Your Ad Here
Al Jazeera | Animal Planet | Bloomberg UK | Bloomberg US | C-Span | DWTV | France24 | HudaTV | Islam Channel | Peace TV | Sky News UK | Dewan Rakyat | LIVE DEWAN RAKYAT dibawakan khas, jam 10.00 pagi hingga jam 6.00 petang Isnin hingga Jumaat.
This is the 2nd version of infoKu. You can view our previous post by visiting our infoKu v1.0

Taukeh
-Mohd Refezal bin Mohd @ Anan
-Universiti Malaya
-Kejuruteraan Komputer

Krew Pena
-Muhammad Syakir bin Zakaria
-Universiti Malaya
-Kejuruteraan Mekanikal

-Muhammad bin Mohamed Kamil
-Royal Melbourne Institute of Technology
-Ukur Bahan

29 September 2009

Renungan Tentang Umur Manusia


oleh: Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad


Di mana aku sebelum dilahirkan? Apa tugasku dalam kehidupan dunia ini? Kemana kita pergi setelah mati? Apa yang terjadi dengan umur kita yang semakin hari semakin berkurang ini? seringkali pertanyaan-pertanyaan demikian mengusik kita. Penjelasan yang cukup menarik untuk kita renungkan mengenai umur manusia ini dijabarkan dalam karya besar ulama dan sufi terkenal Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Dalam karyanya, beliau menjabarkan secara rinci tentang perjalanan hidup manusia, di mana pada intinya kehidupan manusia terbagi pada lima tahapan umurnya:

1. Masa perpindahannya sejak pertama dalam tulang sulbi para ayah dan rahim para ibu sebelum dilahirkan.
2. Masa kehidupan di dunia sejak ia dilahirkan dan diwafatkan oleh Allah SWT.
3. Masa tinggal di alam Barzah sejak wafat hingga dibangkitkan kembali.
4. Masa tinggal di padang Mahsyar sejak dibangkitkan hingga diputuskan amalnya oleh Allah SWT.
5. Masa kehidupan di alam yang kekal dalam kenikmatan surga atau dalam kepedihan neraka.

Apa yang saya postingkan ini adalah 100% berasal dari buku karya beliau, tentunya dengan segala keterbatasan dan kekurangan saya yang masih awam ini. Semoga Allah SWT memberi petunjuk demikian juga kepada kita jua. Amin.


1. UMUR PERTAMA

Saat Allah SWT menciptakan Adam a.s. Dia menyimpankan zurriyat di tulang punggungnya yaitu kaum ahli kanan (ahlul-yamin) dan kaum ahli kiri (ahlul-simal). Allah SWT pernah mengeluarkan semua zurriyat ini dari tulang punggung Adam a.s. pada hari Mitsaaq (hari pengambilan janji manusia untuk mengakui keeasaan dan ketuhanan Allah SWT di Na'man, lembah dekat padang Arafah) sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. 7;172 : '' Dan ketika Tuhan kamu mengeluarkan keturunan Adam dari punggungnya dan Ia mengambil kesaksian dari mereka dengan berfirman: 'Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?' mereka menjawab: 'Ya, kami menjadi saksi.' Demikianlah supaya kamu di hari kiamat nanti tidak mengatakan: 'Kami ini lalai dari perkara itu'".

Ayat ini membuktikan bahwa zurriyat Adam telah memiliki wujud dan pendengaran namun mereka berada dalam tingkatan wujud yang lain. Bukan pada tingkatan wujud seperti yang tampak pada dunia ini. Dalam riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah disebutkan, ketika Allah SWT mengeluarkan zurriyat dari Adam a.s. lalu dilihat oleh Adam seorang dari mereka gagah perawakannya maka bertanyalah Adam tentang dia, Adam diberitahu bahwa itu adalah anaknya, Daud a.s. lalu Adam bertanya kepada Allah SWT "berapa usia Daud yang telah Engkau tetapkan?" Jawab Allah SWT: ' "Enampuluh tahun". Adam kemudian memohon agar Daud dipanjangkan usianya. Maka Allah SWT berfirman : " Itulah usianya yang telah Aku tetapkan ". Berkata Adam a.s. : " Aku ingin menambahkannya empat puluh tahun dari usiaku". Dan sebelum itu Allah SWT telah menetapkan umur Adam seribu tahun.

Ketika nabi Musa a.s. melihat di dalam Taurat, tersebut suatu umat yang sifat-sifatnya amat menarik dan perilakunya sangat baik dan mulia, beliau bertanya kepada Allah SWT, Siapakah gerangan umat itu ? Siapa nabi yang diutus kepadanya ? nabi Musa memohon supaya umat tersebut menjadi umatnya, maka Allah SWT berfirman: " Umat itu ialah umat Ahmad (Muhammad) ". Nabi Musa memohon kepada Allah agar menampakkan umat itu kepadanya, kemudian Allah menampakkan umat itu kepada nabi Musa sebagaimana firman Allah SWT : " Dan tidaklah engkau (Muhammad) berada di dekat gunung Thur (Sina) ketika kami memanggil ... " (QS 28;46).

Hal ini merupakan bukti bahwa zurriyat manusia itu sudah ber"wujud" sebelum lahir di dunia ini. Demikian pula Rasulullah saw., sudah ber"wujud" dengan wujud yang lebih lengkap dan sempurna di dalam tingkatan umur pertama tersebut.

Sedangkan keutamaan umat Muhammad saw (al ummah al-Muhammadiyah) telah banyak disinggung dalam hadist-hadist beberapa di antaranya:

Berkata Wahab bin Munabbih (rahimahullah): " Ketika Musa a.s. membaca lauh-lauh (papan bertulis), terlihat olehnya sifat-sifat kelebihan umat Muhammad saw., lalu beliau berkata: ' Ya Tuhanku siapakah gerangan umat yang dirahmati seperti yang kudapati dalam lauh-lauh ini ?' maka berfirman Allah SWT: ôItulah umat Muhammad. Mereka rela dengan rezeki sedikit yang aku berikan kepadanya, maka Aku pun rela dengan amalan yang sedikit dari mereka. Akan Aku masukkan mereka ke dalam surga dengan kesaksian Laa ilaaha illallah !

Berkata Musa a.s.: 'Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan wajah-wajah yang bercahaya laksana bulan purnama. Jadikan lah mereka itu umatku ya Allah!' berfirman Allah: ' Mereka itu adalah umat Muhammad. Aku bangkitkan mereka pada hari kiamat dengan wajah bersinar dan bercahaya disebabkan bekas-bekas wudhu dan sujud mereka'.

Berkata Musa a.s.: 'Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang berkain Selendang di pundak dan bersenjatakan pedang di bahu masing-masing. Mereka itu orang-orang yang senantiasa bertawakkal dan dadanya penuh keyakinan. Mereka menyerukan nama Allah di hadapan tiap-tiap rumah Allah untuk berjihad diatas kebenaran, sehingga akhirnya merekapun membunuh Dajjal. Jadikanlah mereka itu umatku!'. Berfirman Allah: ' Tidak! mereka itu umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Aku dapati di dalam lauh-lauh ini suatu umat yang bershalat lima kali sehari semalam, sehingga terbukalah pintu-pintu langit dan turunlah rahmat bagi mereka. Jadikanlah mereka itu umatku, ya Allah!' Berfirman Allah : 'Mereka itu adalah umat Muhammad'

Berkata Musa a.s. : 'Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang berpuasa di bulan ramadhan untuk-Mu, lalu Engkau mengampuni segala kesalahan mereka sebelum mereka itu. Jadikanlah mereka itu umatku!' berfirman Allah: 'Mereka itu umat Muhammad'

Berkata Musa a.s. : 'Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang mengunjungi Baitul Haram (Ka'bah) karena-Mu, tiada keperluan lain kecuali itu. Mereka hanya meratap dan menangisi diri sendiri serta mengumandangkan suara takbir membesarkan nama-Mu. Jadikanlah mereka umatku!' berfirman Allah: 'Mereka itu umat Muhammad.' Musa berkata lagi: 'Apakah ganjaran mereka atas perbuatan itu?' jawab Allah: 'Aku akan menambahkan bagi mereka maghfirah (ampunan) dan akan aku izinkan mereka memberi syafaat (do'a pertolongan) kepada siapa saja yang datang sesudah mereka.'

Berkata Musa a.s. : 'Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang memohon ampun atas dosa-dosanya. Mereka menyuapkan suatu makanan ke dalam mulutnya. Belum sampai makanan itu ke dalam perutnya, dosa-dosa itu telah diampunkan oleh Allah. Mereka menyuapkan makanan itu dengan menyebut nama-Mu dan mengakhirinya dengan mengucapkan syukur dan memuji-Mu. Jadikanlah mereka itu umatku!' berfirman Allah: 'Mereka itu adalah umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Ya Tuhanku! Aku dapati di dalam lauh-lauh ini suatu umat yang apabila bercita-cita untuk melaksanakan suatu kebajikan, kemudian tidak dilaksanakannya, akan dicatatkan satu kebajikan. Tetapi bila dilaksanakan kebajikannya itu dicatatkan baginya sepuluh kali lipat dari kebaikan itu, atau sehingga menjadi tujuh ratus kali lipat pahalanya. Jadikanlah mereka umatku!' berfirman Allah: 'Mereka itu adalah umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Ya Tuhanku! Aku dapati di dalam lauh-lauh ini suatu umat yang apabila mereka berniat melakukan suatu kejahatan, kemudian tidak dilakukannya, tidaklah dicatatkan baginya suatu dosa. Akan tetapi jika diteruskan cita-citanya itu dengan mengerjakan satu kejahatan barulah dicatatkan baginya satu dosa. Jadikanlah mereka itu umatku!'. Berfirman Allah: 'Mereka itu umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Ya Tuhanku! Aku dapati di dalam lauh-lauh ini suatu umat, mereka itu sebaik-baik manusia. Mereka menyuruh berbuat baik dan melarang perbuatan jahat, jadikanlah mereka itu umatku!'. Berfirman Allah: 'Mereka itu umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Ya Tuhanku! Aku dapati dalam lauh-lauh ini suatu umat yang dibangkitkan pada hari kiamat dalam tiga golongan. Satu golongan akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab. Satu golongan lagi akan dihisab dengan hisab yang ringan saja. Dan golongan terakhir disucikan dari segala dosanya, lalu merekapun masuk ke dalam surga. Jadikanlah mereka itu umatku!'. Berfirman Allah: 'Mereka itu umat Muhammad.'

Berkata Musa a.s. : 'Ya Tuhanku! Engkau telah menganugerahkan segala kebaikan kepada Muhammad beserta umatnya, maka jadikanlah aku sebagai umatnya!'. Berfirman Allah SWT: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilihmu di antara manusia untuk menyampaikan risalah dan kalam-Ku, maka terimalah apa yang akan Aku berikan kepadamu dan hendaklah engkau menjadi orang-orang yang bersyukur." (Q.S.7:144)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bertanya kepada sahabat-sahabatnya: "Apa yang kalian katakan mengenai firman Allah berikut ini :

" Dan tidaklah engkau berada dekat bukit Thur (Shina) ketika Kami menyeru ..." (Q.S. 28:46)

'Allah dan Rasul-Nya sajalah yang lebih mengetahui.' Maka bersabda beliau: "Ketika Allah berbicara dengan Musa a.s., maka Musa berkata:"Ya Tuhanku adakah Engkau telah menciptakan seorang mahluk yang lebih mulia di sisi-Mu daripda aku ? Engkau telah memilihku di antara banyak manusia dan Engkau berkata kepadaku di gunung Thur Shina.' Allah berfirman: 'Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui bahwasannya Muhammad itu lebih mulia di sisi-Ku daripada semua mahluk-Ku? Sudah Kuteliti semua kalbu hamba-Ku, maka tidak Aku dapati satu kalbupun yang lebih merendah daripada kalbumu. Oleh karena itu Aku memilihmu di antara sekalian manusia untuk menyampaikan risalah dan kalam-Ku. Maka hendaklah engkau mati dalam keadaan mengesakan Aku (bertauhid) dan juga dalam mencintai Muhammad saw.'

Berkata Musa a.s.: 'Ya Tuhanku! adakah di muka bumi ini suatu kaum yang lebih mulia di sisi-Mu daripada kaumku? Engkau telah melindungi mereka dengan awan kemawan. Engkau turunkan Manna dan Salwa dari langit untuk makanan mereka.' Allah berfirman: 'Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui bahwasannya kelebihan umat Muhammad atas semua umat yang lain laksana kelebihan-Ku atas sekalian mahluk-Ku?'

Berkata Musa a.s.: 'ya Tuhanku, izinkanlah aku untuk melihat mereka (umat Muhammad)!' Allah berfirman:'Engkau tidak akan dapat melihat mereka. Tetapi jika engkau ingin mendengar suara mereka, dapatlah Aku memperdengarkan padamu.' Berkata Musa: 'Baiklah, aku mau.' Befriman Allah SWT: ''Wahai umat Muhammad!' maka sekalian umat Muhammad menyahut bersama-sama dengan suara yang keras:'Labbaikallahumma Labbaik!' (kami datang kepada-Mu ya Allah, kami datang), sedangkan ketika itu mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah-ayah mereka."

Akan menyusul mengenai Umur 2.......

28 September 2009

Ahli Asbab dan Ahli Tajrid

KEINGINAN KAMU UNTUK BERTAJRID PADAHAL ALLAH MASIH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA ASBAB ADALAH SYAHWAT YANG SAMAR, SEBALIKNYA KEINGINAN KAMU UNTUK BERASBAB PADAHAL ALLAH TELAH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA TAJRID BERERTI TURUN DARI SEMANGAT DAN TINGKAT YANG TINGGI.

Hikmat 1 menerangkan tanda orang yang bersandar kepada amal. Bergantung kepada amal adalah sifat manusia biasa yang hidup dalam dunia ini. Dunia ini dinamakan alam asbab. Apabila perjalanan hidup keduniaan dipandang melalui mata ilmu atau mata akal akan dapat disaksikan kerapian susunan sistem sebab musabab yang mempengaruhi segala kejadian. Tiap sesuatu berlaku menurut sebab yang menyebabkan ia berlaku. Hubungan sebab dengan akibat sangat erat. Mata akal melihat dengan jelas keberkesanan sebab dalam menentukan akibat. Kerapian sistem sebab musabab ini membolehkan manusia mengambil manfaat daripada anasir dan kejadian alam. Manusia dapat menentukan anasir yang boleh memudaratkan kesihatan lalu menjauhkannya dan manusia juga boleh menentukan anasir yang boleh menjadi ubat lalu menggunakannya. Manusia boleh membuat ramalan cuaca, pasang surut air laut, angin, ombak, letupan gunung berapi dan lain-lain kerana sistem yang mengawal perjalanan anasir alam berada dalam suasana yang sangat rapi dan sempurna, membentuk hubungan sebab dan akibat yang padu.

Allah s.w.t mengadakan sistem sebab musabab yang rapi adalah untuk kemudahan manusia menyusun kehidupan mereka di dunia ini. Kekuatan akal dan pancaindera manusia mampu mentadbir kehidupan yang dikaitkan dengan perjalanan sebab musabab. Hasil daripada pemerhatian dan kajian akal itulah lahir berbagai-bagai jenis ilmu tentang alam dan kehidupan, seperti ilmu sains, astronomi, kedoktoran, teknologi maklumat dan sebagainya. Semua jenis ilmu itu dibentuk berdasarkan perjalanan hukum sebab-akibat.
Kerapian sistem sebab musabab menyebabkan manusia terikat kuat dengan hukum sebab-akibat. Manusia bergantung kepada amal (sebab) dalam mendapatkan hasil (akibat). Manusia yang melihat kepada keberkesanan sebab dalam menentukan akibat serta bersandar dengannya dinamakan ahli asbab.

Sistem sebab musabab atau perjalanan hukum sebab-akibat sering membuat manusia lupa kepada kekuasaan Allah s.w.t. Mereka melakukan sesuatu dengan penuh keyakinan bahawa akibat akan lahir daripada sebab, seolah-olah Allah s.w.t tidak ikut campur dalam urusan mereka. Allah s.w.t tidak suka hamba-Nya ‘mempertuhankan’ sesuatu kekuatan sehingga mereka lupa kepada kekuasaan-Nya. Allah s.w.t tidak suka jika hamba-Nya sampai kepada tahap mempersekutukan diri-Nya dan kekuasaan-Nya dengan anasir alam dan hukum sebab-akibat ciptaan-Nya. Dia yang meletakkan keberkesanan kepada anasir alam berkuasa membuat anasir alam itu lemah semula. Dia yang meletakkan kerapian pada hukum sebab-akibat berkuasa merombak hukum tersebut. Dia mengutuskan rasul-rasul dan nabi-nabi membawa mukjizat yang merombak hukum sebab-akibat bagi mengembalikan pandangan manusia kepada-Nya, agar waham sebab musabab tidak menghijab ketuhanan-Nya. Kelahiran Nabi Isa a.s, terbelahnya laut dipukul oleh tongkat Nabi Musa a.s, kehilangan kuasa membakar yang ada pada api tatkala Nabi Ibrahim a.s masuk ke dalamnya, keluarnya air yang jernih dari jari-jari Nabi Muhammad s.a.w dan banyak lagi yang didatangkan oleh Allah s.w.t, merombak keberkesanan hukum sebab-akibat bagi menyedarkan manusia tentang hakikat bahawa kekuasaan Allah s.w.t yang menerajui perjalanan alam maya dan hukum sebab-akibat. Alam dan hukum yang ada padanya seharusnya membuat manusia mengenal Tuhan, bukan menutup pandangan kepada Tuhan. Sebahagian daripada manusia diselamatkan Allah s.w.t daripada waham sebab musabab.

Sebagai manusia yang hidup dalam dunia mereka masih bergerak dalam arus sebab musabab tetapi mereka tidak meletakkan keberkesanan hukum kepada sebab. Mereka sentiasa melihat kekuasaan Allah s.w.t yang menetapkan atau mencabut keberkesanan pada sesuatu hukum sebab-akibat. Jika sesuatu sebab berjaya mengeluarkan akibat menurut yang biasa terjadi, mereka melihatnya sebagai kekuasaan Allah s.w.t yang menetapkan kekuatan kepada sebab tersebut dan Allah s.w.t juga yang mengeluarkan akibatnya. Allah s.w.t berfirman:

Segala yang ada di langit dan di bumi tetap mengucap tasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. Dialah sahaja yang menguasai dan memiliki langit dan bumi; Ia menghidupkan dan mematikan; dan Ia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.
( Ayat 1 & 2 : Surah al-Hadiid )

Maka Kami (Allah) berfirman: “Pukullah si mati dengan sebahagian anggota lembu yang kamu sembelih itu”. (Mereka pun memukulnya dan ia kembali hidup). Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, supaya kamu memahaminya. ( Ayat 73 : Surah al-Baqarah )

Orang yang melihat kepada kekuasaan Allah s.w.t menerajui hukum sebab-akibat tidak meletakkan keberkesanan kepada hukum tersebut. Pergantungannya kepada Allah s.w.t, tidak kepada amal yang menjadi sebab. Orang yang seperti ini dipanggil ahli tajrid.

Ahli tajrid, seperti juga ahli asbab, melakukan sesuatu menurut peraturan sebab-akibat. Ahli tajrid juga makan dan minum Ahli tajrid memanaskan badan dan memasak dengan menggunakan api juga. Ahli tajrid juga melakukan sesuatu pekerjaan yang berhubung dengan rezekinya. Tidak ada perbezaan di antara amal ahli tajrid dengan amal ahli asbab. Perbezaannya terletak di dalam diri iaitu hati. Ahli asbab melihat kepada kekuatan hukum alam. Ahli tajrid melihat kepada kekuasaan Allah s.w.t pada hukum alam itu. Walaupun ahli asbab mengakui kekuasaan Allah s.w.t tetapi penghayatan dan kekuatannya pada hati tidak sekuat ahli tajrid.

Dalam melakukan kebaikan ahli asbab perlu melakukan mujahadah. Mereka perlu memaksa diri mereka berbuat baik dan perlu menjaga kebaikan itu agar tidak menjadi rosak. Ahli asbab perlu memperingatkan dirinya supaya berbuat ikhlas dan perlu melindungi keikhlasannya agar tidak dirosakkan oleh riak (berbuat baik untuk diperlihatkan kepada orang lain agar dia dikatakan orang baik), takbur (sombong dan membesar diri, merasakan diri sendiri lebih baik, lebih tinggi, lebih kuat dan lebih cerdik daripada orang lain) dan sama’ah (membawa perhatian orang lain kepada kebaikan yang telah dibuatnya dengan cara bercerita mengenainya, agar orang memperakui bahawa dia adalah orang baik). Jadi, ahli asbab perlu memelihara kebaikan sebelum melakukannya dan juga selepas melakukannya. Suasana hati ahli tajrid berbeza daripada apa yang dialami oleh ahli asbab. Jika ahli asbab memperingatkan dirinya supaya ikhlas, ahli tajrid tidak melihat kepada ikhlas kerana mereka tidak bersandar kepada amal kebaikan yang mereka lakukan. Apa juga kebaikan yang keluar daripada mereka diserahkan kepada Allah s.w.t yang mengurniakan kebaikan tersebut. Ahli tajrid tidak perlu menentukan perbuatannya ikhlas atau tidak ikhlas. Melihat keihklasan pada perbuatan sama dengan melihat diri sendiri yang ikhlas. Apabila seseorang merasakan dirinya sudah ikhlas, padanya masih tersembunyi keegoan diri yang membawa kepada riak, ujub (merasakan diri sendiri sudah baik) dan sama’ah. Apabila tangan kanan berbuat ikhlas dalam keadaan tangan kiri tidak menyedari perbuatan itu baharulah tangan kanan itu benar-benar ikhlas. Orang yang ikhlas berbuat kebaikan dengan melupakan kebaikan itu. Ikhlas sama seperti harta benda. Jika seorang miskin diberi harta oleh jutawan, orang miskin itu malu mendabik dada kepada jutawan itu dengan mengatakan yang dia sudah kaya. Orang tajrid yang diberi ikhlas oleh Allah s.w.t mengembalikan kebaikan mereka kepada Allah s.w.t. Jika harta orang miskin itu hak si jutawan tadi, ikhlas orang tajrid adalah hak Allah s.w.t. Jadi, orang asbab bergembira kerana melakukan perbuatan dengan ikhlas, orang tajrid pula melihat Allah s.w.t yang mentadbir sekalian urusan. Ahli asbab dibawa kepada syukur, ahli tajrid berada dalam penyerahan.

Kebaikan yang dilakukan oleh ahli asbab merupakan teguran agar mereka ingat kepada Allah s.w.t yang memimpin mereka kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh ahli tajrid merupakan kurniaan Allah s.w.t kepada kumpulan manusia yang tidak memandang kepada diri mereka dan kepentingannya. Ahli asbab melihat kepada keberkesanan hukum sebab-akibat. Ahli tajrid pula melihat kepada keberkesanan kekuasaan dan ketentuan Allah s.w.t. Dari kalangan ahli tajrid, Allah s.w.t memilih sebahagiannya dan meletakkan kekuatan hukum pada mereka. Kumpulan ini bukan sekadar tidak melihat kepada keberkesanan hukum sebab-akibat, malah mereka berkekuatan menguasai hukum sebab-akibat itu. Mereka adalah nabi-nabi dan wali-wali pilihan. Nabi-nabi dianugerahkan mukjizat dan wali-wali dianugerahkan kekeramatan. Mukjizat dan kekeramatan merombak keberkesanan hukum sebab-akibat.

Di dalam kumpulan wali-wali pilihan yang dikurniakan kekuatan mengawal hukum sebab-akibat itu terdapatlah orang-orang seperti Syeikh Abdul Kadir al-Jailani, Abu Hasan as-Sazili, Rabiatul Adawiah, Ibrahim Adham dan lain-lain. Cerita tentang kekeramatan mereka sering diperdengarkan. Orang yang cenderung kepada tarekat tasauf gemar menjadikan kehidupan aulia Allah s.w.t tersebut sebagai contoh, dan yang mudah memikat perhatian adalah bahagian kekeramatan. Kekeramatan biasanya dikaitkan dengan perilaku kehidupan yang zuhud dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah s.w.t. Timbul anggapan bahawa jika mahu memperolehi kekeramatan seperti mereka mestilah hidup sebagaimana mereka. Orang yang berada pada peringkat permulaan bertarekat cenderung untuk memilih jalan bertajrid iaitu membuang segala ikhtiar dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah s.w.t. Sikap melulu bertajrid membuat seseorang meninggalkan pekerjaan, isteri, anak-anak, masyarakat dan dunia seluruhnya. Semua harta disedekahkan kerana dia melihat Saidina Abu Bakar as-Siddik telah berbuat demikian. Ibrahim bin Adham telah meninggalkan takhta kerajaan, isteri, anak, rakyat dan negerinya lalu tinggal di dalam gua. Biasanya orang yang bertindak demikian tidak dapat bertahan lama. Kesudahannya dia mungkin meninggalkan kumpulan tarekatnya dan kembali kepada kehidupan duniawi. Ada juga yang kembali kepada kehidupan yang lebih buruk daripada keadaannya sebelum bertarekat dahulu kerana dia mahu menebus kembali apa yang telah ditinggalkannya dahulu untuk bertarekat. Keadaan yang demikian berlaku akibat bertajrid secara melulu. Orang yang baharu masuk ke dalam bidang latihan kerohanian sudah mahu beramal seperti aulia Allah s.w.t yang sudah berpuluh-puluh tahun melatihkan diri. Tindakan mencampak semua yang dimilikinya secara tergesa-gesa membuatnya berhadapan dengan cabaran dan dugaan yang boleh menggoncangkan imannya dan mungkin juga membuatnya berputus-asa. Apa yang harus dilakukan bukanlah meniru kehidupan aulia Allah s.w.t yang telah mencapai makam yang tinggi secara melulu. Seseorang haruslah melihat kepada dirinya dan mengenalpasti kedudukannya, kemampuanya dan daya-tahannya. Ketika masih di dalam makam asbab seseorang haruslah bertindak sesuai dengan hukum sebab-akibat. Dia harus bekerja untuk mendapatkan rezekinya dan harus pula berusaha menjauhkan dirinya daripada bahaya atau kemusnahan.

Ahli asbab perlu berbuat demikian kerana dia masih lagi terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dia masih lagi melihat bahawa tindakan makhluk memberi kesan kepada dirinya. Oleh yang demikian adalah wajar sekiranya dia mengadakan juga tindakan yang menurut pandangannya akan mendatangkan kesejahteraan kepada dirinya dan orang lain. Tanda Allah s.w.t meletakkan seseorang pada kedudukan sebagai ahli asbab ialah apabila urusannya dan tindakannya yang menurut kesesuaian hukum sebab-akibat tidak menyebabkannya mengabaikan kewajipan terhadap tuntutan agama. Dia tetap berasa rengan untuk berbakti kepada Allah s.w.t, tidak gelojoh dengan nikmat duniawi dan tidak berasa iri hati terhadap orang lain. Apabila ahli asbab berjalan menurut hukum asbab maka jiwanya akan maju dan berkembang dengan baik tanpa menghadapi kegoncangan yang besar yang boleh menyebabkan dia berputus asa dari rahmat Allah s.w.t. Rohaninya akan menjadi kuat sedikit demi sedikit dan menolaknya ke dalam makam tajrid secara selamat. Akhirnya dia mampu untuk bertajrid sepenuhnya.

Ada pula orang yang dipaksa oleh takdir supaya bertajrid. Orang ini asalnya adalah ahli asbab yang berjalan menurut hukum sebab-akibat sebagaimana orang ramai. Kemungkinannya kehidupan seperti itu tidak menambahkan kematangan rohaninya. Perubahan jalan perlu baginya supaya dia boleh maju dalam bidang kerohanian. Oleh itu takdir bertindak memaksanya untuk terjun ke dalam lautan tajrid. Dia akan mengalami keadaan di mana hukum sebab-akibat tidak lagi membantunya untuk menyelesaikan masalahnya. Sekiranya dia seorang raja, takdir mencabut kerajaannya. Sekiranya dia seorang hartawan, takdir menghapuskan hartanya. Sekiranya dia seorang yang cantik, takdir menghilangkan kecantikannya itu. Takdir memisahkannya daripada apa yang dimiliki dan dikasihinya. Pada peringkat permulaan menerima kedatangan takdir yang demikian, sebagai ahli asbab, dia berikhtiar menurut hukum sebab-akibat untuk mempertahankan apa yang dimiliki dan dikasihinya. Jika dia tidak terdaya untuk menolong dirinya dia akan meminta pertolongan orang lain. Setelah puas dia berikhtiar termasuklah bantuan orang lain namun, tangan takdir tetap juga merombak sistem sebab-akibat yang terjadi ke atas dirinya. Apabila dia sendiri dengan dibantu oleh orang lain tidak mampu mengatasi arus takdir maka dia tidak ada pilihan kecuali berserah kepada takdir. Dalam keadaan begitu dia akan lari kepada Allah s.w.t dan merayu agar Allah s.w.t menolongnya. Pada peringkat ini seseorang itu akan kuat beribadat dan menumpukan sepenuh hatinya kepada Tuhan. Dia benar-benar berharap Tuhan akan menolongnya mengembalikan apa yang pernah dimilikinya dan dikasihinya. Tetapi, pertolongan tidak juga sampai kepadanya sehinggalah dia benar-benar terpisah dari apa yang dimiliki dan dikasihinya itu. Luputlah harapannya untuk memperolehinya kembali. Redalah dia dengan perpisahan itu. Dia tidak lagi merayu kepada Tuhan sebaliknya dia menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan. Dia menyerah bulat-bulat kepada Allah s.w.t, tidak ada lagi ikhtiar, pilihan dan kehendak diri sendiri. Jadilah dia seorang hamba Allah s.w.t yang bertajrid. Apabila seseorang hamba benar-benar bertajrid maka Allah s.w.t sendiri akan menguruskan kehidupannya. Allah s.w.t menggambarkan suasana tajrid dengan firman-Nya:

Dan (ingatlah) berapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya bersama, Allah jualah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kamu; dan Dialah jua Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. ( Ayat 60 : Surah al-‘Ankabut )

Makhluk Allah s.w.t seperti burung, ikan, kuman dan sebagainya tidak memiliki tempat simpanan makanan. Mereka adalah ahli tajrid yang dijamin rezeki mereka oleh Allah s.w.t. Jaminan Allah s.w.t itu meliputi juga bangsa manusia. Tanda Allah s.w.t meletakkan seseorang hamba-Nya di dalam makam tajrid ialah Allah s.w.t memudahkan baginya rezeki yang datang dari arah yang tidak diduganya. Jiwanya tetap tenteram sekalipun terjadi kekurangan pada rezeki atau ketika menerima bala ujian.

Sekiranya ahli tajrid sengaja memindahkan dirinya kepada makam asbab maka ini bermakna dia melepaskan jaminan Allah s.w.t lalu bersandar kepada makhluk . Ini menunjukkan akan kejahilannya tentang rahmat dan kekuasaan Allah s.w.t. Tindakan yang jahil itu boleh menyebabkan berkurangan atau hilang terus keberkatan yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya. Misalnya, seorang ahli tajrid yang tidak mempunyai sebarang pekerjaan kecuali membimbing orang ramai kepada jalan Allah s.w.t, walaupun tidak mempunyai sebarang pekerjaan namun, rezeki datang kepadanya dari berbagai-bagai arah dan tidak pernah putus tanpa dia meminta-minta atau mengharap-harap. Pengajaran yang disampaikan kepada murid-muridnya sangat berkesan sekali. Keberkatannya amat ketara seperti makbul doa dan ucapannya biasanya menjadi kenyataan. Andainya dia meninggalkan suasana bertajrid lalu berasbab kerana tidak puas hati dengan rezeki yang diterimanya maka keberkatannya akan terjejas. Pengajarannya, doanya dan ucapannya tidak seberkesan dahulu lagi. Ilham yang datang kepadanya tersekat-sekat dan kefasihan lidahnya tidak selancar biasa.

Seseorang hamba haruslah menerima dan reda dengan kedudukan yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya. Berserahlah kepada Allah s.w.t dengan yakin bahawa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah s.w.t tahu apa yang patut bagi setiap makhluk-Nya. Allah s.w.t sangat bijak mengatur urusan hamba-hamba-Nya.

Keinginan kepada pertukaran makam merupakan tipu daya yang sangat halus. Di dalamnya tersembunyi rangsangan nafsu yang sukar disedari. Nafsu di sini merangkumi kehendak, cita-cita dan angan-angan. Orang yang baharu terbuka pintu hatinya setelah lama hidup di dalam kelalaian, akan mudah tergerak untuk meninggalkan suasana asbab dan masuk ke dalam suasana tajrid. Orang yang telah lama berada dalam suasana tajrid, apabila kesedaran dirinya kembali sepenuhnya, ikut kembali kepadanya adalah keinginan, cita-cita dan angan-angan. Nafsu mencuba untuk bangkit semula menguasai dirinya. Orang asbab perlulah menyedari bahawa keinginannya untuk berpindah kepada makam tajrid itu mungkin secara halus digerakkan oleh ego diri yang tertanam jauh dalam jiwanya. Orang tajrid pula perlu sedar keinginannya untuk kembali kepada asbab itu mungkin didorong oleh nafsu rendah yang masih belum berpisah dari hatinya. Ulama tasauf mengatakan seseorang mungkin dapat mencapai semua makam nafsu, tetapi nafsu peringkat pertama tidak kunjung padam. Oleh yang demikian perjuangan atau mujahadah mengawasi nafsu sentiasa berjalan.

26 September 2009

Perbuatan Zahir dan Suasana Hati

SEBAHAGIAN DARIPADA TANDA BERSANDAR KEPADA AMAL (PERBUATAN ZAHIR) ADALAH BERKURANGAN HARAPANNYA (SUASANA HATI) TATKALA BERLAKU PADANYA KESALAHAN.

Imam Ibnu Athaillah memulakan Kalam Hikmat beliau dengan mengajak kita merenung kepada hakikat amal. Amal boleh dibahagikan kepada dua jenis iaitu perbuatan zahir dan perbuatan hati atau suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu. Beberapa orang boleh melakukan perbuatan zahir yang serupa tetapi suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu tidak serupa. Kesan amalan zahir kepada hati berbeza antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amalan zahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan zahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun ianya amalan batin. Hati yang bebas daripada bersandar kepada amal sama ada amal zahir atau amal batin adalah hati yang menghadap kepada Allah s.w.t dan meletakkan pergantungan kepada-Nya tanpa membawa sebarang amal, zahir atau batin, serta menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t tanpa sebarang takwil atau tuntutan. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, zahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan bagi mendapatkan sesuatu. Amalan tidak menjadi perantaraan di antaranya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah s.w.t Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh sesiapa dan sesuatu. Apa sahaja yang mengenai Allah s.w.t adalah mutlak, tiada had, sempadan dan perbatasan. Oleh kerana itu orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sempadan yang mengongkong ketuhanan Allah s.w.t atau ‘memaksa’ Allah s.w.t berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk. Perbuatan Allah s.w.t berada di hadapan dan perbuatan makhluk di belakang. Tidak pernah terjadi Allah s.w.t mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang berhubung rapat dengan amalan dirinya, baik yang zahir mahu pun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan zahir adalah mereka yang mencari faedah keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari faedah akhirat. Kedua-dua jenis manusia tersebut berkepercayaan bahawa amalannya menentukan apa yang mereka akan perolehi baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang pergantungan dengan Tuhan. Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata-mata ataupun jika mereka bergantung kepada Allah s.w.t, pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seseorang manusia boleh memeriksa diri sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah s.w.t. Kalam Hikmat 1 yang dikeluarkan oleh Ibnu Athaillah memberi petunjuk mengenainya. Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa daripada rahmat dan pertolongan Allah s.w.t itu tandanya pergantungan kita kepada-Nya sangat lemah. Firman-Nya:



“Wahai anak-anakku! Pergilah dan intiplah khabar berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir ”. ( Ayat 87 : Surah Yusuf )

Ayat di atas menceritakan bahawa orang yang beriman kepada Allah s.w.t meletakkan pergantungan kepada-Nya walau dalam keadaan bagaimana sekali pun. Pergantungan kepada Allah s.w.t membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi dugaan hidup. Kadang-kadang apa yang diingini, dirancangkan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diingini bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah s.w.t. Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya selagi itulah Dia melimpahkan rahmat-Nya. Kegagalan memperolehi apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah s.w.t. Apa juga yang Allah s.w.t lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam soal tidak menyampaikan hajatnya. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa. Mereka yakin bahawa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah s.w.t, maka apa juga amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.

Orang yang tidak beriman kepada Allah s.w.t berada dalam situasi yang berbeza. Pergantungan mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha. Apabila mereka mengadakan sesuatu usaha berdasarkan kebolehan dan pengetahuan yang mereka ada, mereka mengharapkan akan mendapat hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usaha (termasuklah pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmat kebijaksanaan Allah s.w.t mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya.

Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah s.w.t dan mudah berputus asa, di kalangan sebahagian orang Islam juga ada yang demikian, bergantung setakat mana sifatnya menyerupai sifat orang kafir. Orang yang seperti ini melakukan amalan kerana kepentingan diri sendiri, bukan kerana Allah s.w.t. Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat mengecapi kemakmuran hidup di dunia.Dia mengharapkan semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan daripada bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya. Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya.

Sebahagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki syurga, juga bagi menjauhkan azab api neraka. Kerohanian orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutamanya mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka. Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka sentiasa selesa dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang dirancangkan. Apabila sesuatu itu berlaku di luar jangkaan, mereka cepat naik panik dan gelisah. Bala bencana membuat mereka merasakan yang merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Bila berjaya memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasakan kejayaan itu disebabkan kepandaian dan kebolehan mereka sendiri. Mereka mudah menjadi ego serta suka menyombong.

Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan kurniaan Allah s.w.t seperti terbuka hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Tuhan. Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya seperti berzikir, bersembahyang sunat, berpuasa dan lain-lain. Bila dia tertinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia berasa dijauhkan oleh Tuhan. Inilah orang yang pada peringkat permulaan mendekatkan dirinya dengan Tuhan melalui amalan tarekat tasauf.

Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal. Kedua-dua golongan tersebut berpegang kepada keberkesanan amal dalam mendapatkan sesuatu. Golongan pertama kuat berpegang kepada amal zahir, iaitu perbuatan zahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar. Jika mereka tersalah memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka hajatkan. Ahli tarekat yang masih diperingkat permulaan pula kuat bersandar kepada amalan batin seperti sembahyang dan berzikir. Jika mereka tertinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkurangan harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah s.w.t. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, akan putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah s.w.t.

Dalam perkara bersandar kepada amal ini, termasuklah juga bersandar kepada ilmu, sama ada ilmu zahir atau ilmu batin. Ilmu zahir adalah ilmu pentadbiran dan pengurusan sesuatu perkara menurut kekuatan akal. Ilmu batin pula adalah ilmu yang menggunakan kekuatan dalaman bagi menyampaikan hajat. Ia termasuklah penggunaan ayat-ayat al-Quran dan jampi. Kebanyakan orang meletakkan keberkesanan kepada ayat, jampi dan usaha, hinggakan mereka lupa kepada Allah s.w.t yang meletakkan keberkesanan kepada tiap sesuatu itu.

Seterusnya, sekiranya Tuhan izinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada makam yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat:


Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah.


“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!”
( Ayat 96 : Surah as- Saaffaat )

Orang yang di dalam makam ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walaupun banyak amal yang dilakukannya namun, hatinya tetap melihat bahawa semua amalan tersebut adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya. Jika tidak kerana taufik dan hidayat dari Allah s.w.t tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukannya. Allah s.w.t berfirman:

“Ini ialah dari limpah kurnia Tuhanku, untuk mengujiku adakah aku bersyukur atau aku tidak mengenangkan nikmat pemberian-Nya. Dan (sebenarnya) sesiapa yang bersyukur maka faedah syukurnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan sesiapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi masalah kepada Allah), kerana sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, lagi Maha Pemurah”. ( Ayat 40 : Surah an-Naml )

Dan tiadalah kamu berkemahuan (melakukan sesuatu perkara) melainkan dengan cara yang dikehendaki Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana (mengaturkan sebarang perkara yang dikehendaki-Nya). Ia memasukkan sesiapa yang kehendaki-Nya (menurut aturan yang ditetapkan) ke dalam rahmat-Nya (dengan ditempatkan-Nya di dalam syurga); dan orang-orang yang zalim, Ia menyediakan untuk mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. ( Ayat 30 & 31 : Surah al-Insaan )Segala-galanya adalah kurniaan Allah s.w.t dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah s.w.t tentukan, tidak terlihat olehnya keberkesanan perbuatan makhluk termasuklah perbuatan dirinya sendiri. Makam ini dinamakan makam ariffin iaitu orang yang mengenal Allah s.w.t. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal namun, merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadat.Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, reda dengan segala yang ditentukan Allah s.w.t, akan sentiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pengeluar kesan. Di awal perjalanan menuju Allah s.w.t, seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kenderaan yang boleh membawanya hampir dengan Allah s.w.t. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mula berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada kurniaan Allah s.w.t. Dia melihat semua amalannya adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya dan kehampirannya dengan Allah s.w.t juga kurniaan-Nya. Seterusnya terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah s.w.t yang menerajui segala sesuatu dalam alam maya ini. Jadilah dia seorang arif yang sentiasa memandang kepada Allah s.w.t, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah s.w.t yang faqir.

18 September 2009

Setitis Tinta

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menciptakan alam ini dengan penuh hikmah. Sungguhpun Allah menjadikan kesusahan hidup itu sebagai sunnah-Nya, namun jangan dilupakan akan janji-janji Allah untuk memberi syurga kepada orang-orang yang benar-benar bertaqwa kepada-Nya. Pada kesempatan ini, saya ingin memohon seribu satu kemaafan kepada semua yang mengenali diri ini sempena hampirnya menjelma Syawal yang ditunggu-tunggu oleh seluruh ummah. Sungguhpun pemergian Ramadhan sesuatu yang tiada gantinya namun bermulanya syawal merupakan satu lembaran permulaan yang baru bagi meneruskan perjalanan yang amat jauh bagi kita semua dalam mencapai wawasan hidup dunia dan akhirat. Saya ingin memohon maaf kerana saya selaku salah seorang panel yang menulis dalam blog ini tidak begitu aktif pada sebelum ini. Namun, bermulanya lembaran baru ini, saya akan menulis usul-usul yang berkaitan dengan tasawwuf yakni akhlak atau penghayatan mendalam kepada erti tauhid itu sendiri. Begitu ramai manusia mampu menuturkan Allah itu maha adil namun berapa ramaikah pula yang mampu menghayati dan menerimanya dengan sepenuh hati. Hakikatnya, manusia itu kebanyakannya masih menaruh prasangka terhadap penciptanya sendiri yakni Allah s.w.t. Perkara inilah yang saya akan berikan perhatian dan akan membuat sebaik mungkin bagi memberi pemahaman yang sebenar kepada para pengunjung blog ini. Apa mungkin syurga itu menjadi milik kita jika jiwa ini masih belum lagi disucikan dengan erti kata yang sebenar. Fikir-fikirkanlah buat semua. Akhir kata, saya memohon agar usaha-usaha dakwah seperti ini sentiasa diberikan sokongan oleh semua yang bergelar muslim. Saya sekali lagi memohon kemaafan kepada semua yang mengenali diri ini. Semoga sisa-sisa perjuangan ini dimanfaatkan sepenuhnya. Assalamualaikum dan selamat Hari Raya Aidilfitri.

12 September 2009

Panduan Iktikaf


1. Definisi

Bahasa : Iltizam ( komitmen) dalam melakukan sesuatu pekerjaan

Syarak : tinggal di masjid/surau yang dilakukan orang tertentu dengan niat yang tertentu. Niat tersebut adalah mendekatkan diri kepada Allah.

2. Hukum Iktikaf

Hukum Iktikaf adalah sunat. Ibnu al-Munzir menyebut : “para ulama bersepakat bahawa iktikaf adalah sunnah kerana Nabi SAW melakukannya dan melaziminya, isteri-isterinya juga ikut melakukan iktikaf bersamanya dan melakukannya setelah wafat”. Iktikaf menjadi WAJIB jika bernazar.

Nabi beriktikaf setiap bulan Ramadhan selama 10 hari dan pada tahun kewafatan baginda selama 20 hari. ( Riwayat Bukhari, Abu Daud dan Ibn. Majah)

Iktikaf menjadi sunnah muakkad jika dilakukan di bulan Ramadhan terutama pada 10 terakhir Ramadhan.

3. Waktu Iktikaf

* Boleh dilakukan sepanjang masa dan waktu. Masanya boleh satu hari tanpa malamnya atau satu malam tanpa siang. Dalam mazhab Hanafi dan Maliki yang meletakkan puasa sebagai syarat sah iktikaf menyatakan waktu yang pendek di dalam melakukan iktikaf adalah satu hari.
* Iktikaf bagi orang yang wajib ikut masa yang dinazarkan.

4. Syarat-Syarat Iktikaf

* 4 syarat utama iktikaf iaitu niat, tinggal (duduk ) di dalam masjid, orang yang beriktikaf Islam, berakal, suci dari Haid dan nifas dan berjunub, di masjid . Masjid Jami adalah awla (utama) dilakukan iktikaf. Ini disyaratkan oleh Az-Zuhri dan As-Syafie ( Qaul qadim).
* Bagi wanita hendaklah meminta izin suaminya, manakala hamba meminta izin dari tuannya.
* Ulama berselisih pendapat dalam mensyaratkan puasa sebagai syarat sah iktikaf tetapi majoriti ulama menyatakan ia bukan syarat sah iktikaf. Disunatkan puasa ketika beriktikaf berdasarkan Nabi SAW beriktikaf pada 10 akhir Ramadhan.

5. Masjid yang sah dilaksanakan Iktikaf

* Menurut Hanafi, Ahmad, Ishak dan Abu Tsaur : Masjid yang sah dibuat iktikaf adalah yang dibuat solat lima waktu dan didirikan jamaah.
* Malik, Syafie dan Daud pula mengatakan sah dibuat iktikaf pada setiap masjid tanpa membataskannya. Tetapi mengikut pandangan As-Syafieyyah, lebih afdal atau utama di masjid Jami ( dibuat Jumaat).
* Isteri nabi SAW melakukan iktikaf di masjid Nabawi.
* Ulama bersepakat lelaki beriktikaf di masjid manakala bagi wanita berlaku perselisihan pandangan dikalangan para ulama.
* Orang yang bernazar tidak boleh niat iktikaf pada masjid tertentu kecuali pada Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.

6. Waktu Mula dan Akhir Iktikaf

* Siapa yang bernazar untuk melakukan iktikaf selama satu hari atau beberapa hari atau melakukan iktikaf sunnah, hendaklah dia masuk sebelum terbit fajar kemudian keluar apabila matahari tenggelam.
* Jika bernazar iktikaf satu malam atau beberapa malam, maka hendaklah ia masuk sebelum matahari tengggelam semuanya kemudian keluar ketika terlihat fajar terbit.
* Jika nazar iktikaf selama sebulan atau iktikaf sunnah, maka awal bulan adalah awal malamnya. Dia masuk sebelum matahari tenggelam semuanya dan keluar apabila matahari tenggelam pada akhir bulan tersebut.
* Di bulan Ramadhan pada 10 terakhir , maka dia harus masuk sebelum tenggelam matahari pada malam kedua puluh satu. (riwayat Mazhab Hambali), Riwayat kedua setelah solat Subuh.Ibn Hazam pula menyatakan sebelum tenggelam matahari pada malam 19 Ramadhan. Semuanya harus keluar setelah tenggelam matahari pada akhir ramadhan.

7. Perkara-perkara sunat dan makruf ketika iktikaf

* Mazhab Syafie : orang yang beriktikaf sebaiknya menyibukkan diri dengan pelbagai ketaatan kepada Allah seperti solat, zikir, tasbih, membaca al-quran, menyibukkan diri dengan ilmu, mengajar, belajar, menelaah dan menulis buku ( berdakwah). (Kitab al-Majmuk)
* Ibn Qudamah di dalam kitab al-Mughni pula menganjurkan supaya dikerjakan solat, tilawah Quran, zikir dan ketaatan mahdhah. Ada pun mengajar al-Quran, ilmu, diskusi dan belajar bersama fuqaha, menulis hadis dan lain-lain yang bermanfaat tidak digalakkan. Ini juga disokong oleh pendapat Imam Ahmad.
* Pandangan yang kuat dalam masalah ini ialah menyibukkan diri dengan ibadat seperti solat, zikir, membaca al-Quran, memikirkan akhirat dan persoalan agama, doa dan istighfar.
* Dibolehkan kita melakukan hal-hal yang bermanfat kepada orang lain seperti mengajar, berdakwah, diskusi atas untuk keperluan selebihnya kembali kepada konsep asal iaitu menyibukkan diri untuk beribadah.
* Makruh di dalam beriktikaf seperti melakukan hal-hal yang tidak perlu sama ada berupa perkataan atau perbuatan seperti mengumpat,bercakap keduniaan dan sebagainya.

8. Perkara yang diharuskan semasa beriktikaf

* Antara perkara yang boleh dilakukan semasa iktikaf seperti keluar iktikaf kerana menghantar ahli keluarga berdasarkan riwayat Safiyyah. (riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
* Begitu juga menyisir rambut, berwangi-wangian, memotong kuku, membersihkan tubuh, memakai pakaian yang terbaik.
* Dibolehkan makan minum, tidur, melakukan transaksi, perjanjian jual beli, akad nikah dan lain-lain lagi.
* Dibolehkan keluar iktikaf untuk keperluan yang tidak dapat dielakkan seperti membuang air besar,melunaskan keperluan orang yang dibawah jagaannya,muntah tanpa keluar dari masjid dalam tempoh tidak lama,menjenguk orang sakit, menguruskan jenazah atas keperluan.
* Jika ada program sumbangan anjuran ISMA untuk membantu fakir miskin, melawat hospital atas keperluan, maka ia dibolehkan.
* Adapun bagi orang yang iktikaf nazar maka tidak dibenarkan menziarahi orang sakit, menjenguk jenazah dan berta’ziah

9. Perkara-perkara yang membatalkan iktikaf

* Keluar dari masjid tanpa ada keperluan walau hanya sebentar.
* Murtad
* Hilang akal
* Berjimak
* Keluar haid dan nifas.

10. Iktikaf Wanita

* Iktikaf wanita bergantung kepada izin suami. Iktikaf tidak wajib ke atas isteri sehingga suami mempunyai hak untuk melarangnnya.( Iktikaf sunnah)
* Jika iktikaf nazar dengan mendapat kebenaran suami pada waktu tertentu, maka isteri boleh masuk ke tempat iktikaf tanpa perlu dapatkan izin baru atau khusus dari suami.
* Jika iktikaf nazar dengan mendapat kebenaran suami pada tanpa waktu tertentu, maka isteri tidak boleh memulakan waktu iktikaf kecuali dengan izin suaminya.
* Apabila suami memberikan izin pada isteri melakukan iktikaf, maka dia tidak berhak mencabut izin tersebut baik iktikaf sunnah atau wajib . ( pendapat yang kuat)
* Menurut Mazhab Hanafi : wanita boleh melakukan iktikaf di masjid manapun sebagaimana dia dibolehkan untuk melakukan iktikaf di masjid rumahnya. Namun, dia tidak dibolehkan untuk melakukan iktikaf di rumahnya di luar masjid di rumahnya atau di tempat yang disediakan untuk melakukan solat.
* Mazhab Hambali dan Syafie pula : Wanita dibolehkan untuk melakukan iktikaf di masjid yang tidak digunakan untuk melakukan solat jamaah. Mereka tidak boleh melakukan iktikaf di masjid rumahnya kerana ia adalah ibadat yang dikhususkan dilakukan di masjid.Pendapat yang kuat adalah pandangan Hanafi. Wanita boleh beriktikaf di tempat solat di dalam rumahnya. (tempat yang khusus solat di dalam rumah).

11. Iktikaf Nazar

* Jika seorang bernazar untuk beriktikaf pada tempoh tertentu secara berturut-turut maka dia tidak boleh keluar dari masjid kecuali dengan tujuan tertentu.
* Sekiranya keluar tanpa keuzuran untuk perkara yang bukan dharuri maka hukumnya haram, iktikafnya terputus dan wajib memulakan iktikaf baru.
* Sekiranya dia bernazar untuk iktikaf dengan puasa maka dia mesti melakukannya dan ia adalah paling baik baginya.
* Sekiranya bernazar menentukan masjid tertentu untuk beriktikaf, maka tidak wajib beriktikaf di masjid itu.
* Jika dia terbatal, maka diwajibkan dia menyempurnakan bilangan hari iktikaf yang tersisa . (iktikaf yang tidak disyaratkan secara berturut-turut beberapa hari).
* Jika dia mensyaratkannya secara berturut-turut , maka dia harus melakukannya sekaligus secara berturut-turut.

Petunjuk Nabi SAW di dalam beriktikaf :

Dari Ibn Umar r.a telah berkata : “Adalah baginda Rasulullah SAW beriktikaf sepuluh akhir Ramadhan.” ( Muttafaquh alaih)

Daripada Aishah r.a bahawa Nabi SAW beriktikaf pada 10 terakhir dari Ramadhan sehingga diwafatkan Allah, kemudian diteruskan isteri-isteri baginda.. ( muttafaqun alaih)

Daripada Abi Hurairah r.a telah berkata : ” Bahawa Nabi SAW beriktikaf pada setiap kali Ramadhan pada 10 hari, tetapi beriktikaf 20 hari pada tahun baginda diwafatkan”. ( Riwayat al-Bukhari).

Daripada Aishah r.a telah berkata : ” Bahawa Rasulullah SAW apabila masuk sepuluh akhir ramadhan , baginda menghidupkan malam (Qiam dan membantu ahli keluarga untuk merebut kebaikan), mengejutkan ahli keluarganya dan mengikat pakaiannya (bersungguh-sungguh dalam beribadat dan melakukan kebaikan)” . ( Muttafaqun alaih)

Rujukan :

1. Al-Mufassol fi ahkam al-Mar’ah : Dr. Abd. Karim Zaidan
2. Fiqh Sunnah : Sayyid Sabiq
3. Fiqh Manhaji : Dr. Mustafa Khin / Dr. Mustafa al-Bugho / Ali Asy-Syarbaji
4. Fiqh Muyaasar : Ahmad Isa ‘Aasyur.
5. Riyadhussolihin : Al-Imam Nawawi

10 September 2009

Bangunlah Untuk Solat Malam


Ibadah ini adalah ibadah yang sering ditinggalkan oleh kita. Sedangkan bila mana kita menghidupkan malam ini, kita memperolehi banyak manfaat dan ganjaran yang telah ALLAH janjikan.

Termasuk diri saya kadang kala lalai dengan urusan dunia hingga lupa untuk menghidupkan malam ini. Oleh itu saya seru diri saya dan diri anda untuk bangun menghidupkan malam ini. InsyaALLAH janji ALLAH itu pasti berlaku. Kita kena yakin dengan janji-janji Allah. Allah tidak akan mungkir janji.

Firman Allah swt, mahfumnya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa adalah di tempatkan di dalam beberapa taman syurga, dengan matair-matair terpancar padanya. (Keadaan mereka di sana) sentiasa menerima nikmat dan rahmat yang di berikan kepadanya oleh TUHAN mereka.Sesungguhnya mereka di dunia dahulu adalah orang-orang yang berbuat kebaikkan . Mereka sentiasa mengambil sedikit sahaja masa dari waktu malam untuk mereka tidur. Dan pada waktu akhir malam (sebelum fajar) pula, mereka selalu beristigfar kepada ALLAH (memohon ampun)."- Surah al-Zariyat : 15-18

Apakah kehebatan bangun solat di malam hari terutama di sepertiga malam yang akhir? sehinggakan Rasulullah s.a.w. sanggup melakukannya sehingga kedua-dua tapak kakinya pecah-pecah, sehinggakan juga Sallehuddin Al-Ayyubi memilih mereka yang bangun malam sebagai barisan mujahidin yang paling hadapan untuk menggempur musuh, sehinggakan juga Umar Abd Aziz berkata..."Bagaimana mata ini dapat tertutup rapat dan tenteram sedangkan ia tak tahu di mana kelak ia akan kembali di antara dua tempat" berulang-ulang.

Saranan Rasulullah s.a.w. dari Abu Hurairah r.a "....Kekasihku Rasulullah telah berwasiat kepadaku agar aku tidak tidur sebelum solat witir." (HR Bukhari)

Dari Aisyah r.a katanya; "Nabi s.a.w. berdiri untuk bersolat malam, sehingga pecah-pecah kedua tapak kakinya. Saya berkata kepadanya;" Mengapa Tuan mengerjakan sedemikian ini, ya Rasulullah, padahal sudah diampunkan untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang dahulu dan yang kemudian?" Nabi s.a.w. lalu bersabda, "Tidakkah saya ini wajar menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur." (Muttafaqun 'alaih)

Dari Ibnu Mas'ud r.a katanya;" Ada seorang lelaki yang disebut-sebut di sisi Nabi s.a.w, iaitu bahawa orang tersebut tidur di waktu malam sampai ke pagi - yakni tidak bangun untuk bersolat malam, lalu beliau s.a.w bersabda;" orang itu sudah dikencingi syaitan dalam kedua-dua telinganya" (Muttafaqun 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a katanya;" Rasulullah s.a.w. bersabda, "Syaitan itu memberikan ikatan pada hujung kepala seseorang di antara engkau semua sebanyak tiga ikatan, jikalau ia tidur. Ia membuat ketentuan pada setiap ikatan itu dengan kata-kata yang berbunyi;" Engkau memperoleh malam panjang, maka tidurlah terus!" Jikalau orang itu bangun lalu berzikir kepada Allah ta'ala maka terurailah sebuah ikatan dari dirinya, selanjutnya jikalau dia terus berwudhu', lalu terurai pulalah ikatan satunya lagi dan seterusnya, jikalau ia bersolat, maka terurailah ikatan seluruhnya, sehingga berpagi-pagi ia telah menjadi bersemangat serta berhati gembira. Tetapi jikalau tidak sebagaimana yang tersebut di atas, maka ia berpagi-pagi menjadi orang yang berhati buruk serta pemalas." (Muttafaqun 'alaih).

Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash r.a bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya, "Solat yang paling dicintai Allah ialah solatnya Daud dan puasa yang paling dicintai Allah ialah puasanya Daud. Ia tidur separuh malam, bangun solat yang sepertiganya dan tidur seperenamnya, Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. (Muttafaqun 'alaih)

Dari A'isyah r.a pula bahawasanya Nabi s.a.w itu tidur di permulaan malam dan bangun pada akhir malam lalu bersolat." (Muttafaqun 'alaih)

Solat Paling Afdhal Setelah Solat Fardhu

"Solat yang paling afdhal setelah solat wajib adalah qiyamullail (tahajjud)." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Waktu Mustajabnya Doa

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Sesungguhnya dari sebahagian malam itu ada satu waktu yang tidak menyamai kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan sesuatu yang baik kepada Allah ta'ala, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Demikian itu ada pada setiap malam." (HR Muslim)

Lebih Baik Dari Dunia dan Seisinya

"Dua raka'at yang dilakukan oleh seorang hamba di tengah malam itu adalah lebih baik baginya daripada dunia ini serta seluruh isinya." (HR Adam bin Abu Iyas)

Meningkatkan Darjat Di sisi Allah

“Dan pada sebahagian malam hari, sembahyang tahajudlah kamu sebagai satu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat terpuji.” – (Surah al-Isra, ayat 79).

Dari Abu Hurairah r.a., sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud: “Allah mengasihi seorang lelaki yang bangun tengah malam lalu dia mengerjakan sembahyang dan membangunkan isterinya untuk turut sama bersembahyang."

“Kalau isterinya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah mengasihi seorang wanita yang bangun tengah malam untuk mengerjakan sembahyang lalu dia membangunkan suaminya untuk turut yang sama. Kalau suaminya enggan, beliau akan memercikkan air ke mukanya.” (HR Abu Daud dengan isnad yang sahih)

Ibadah Ahli Syurga

Firman Allah lagi dalam surah as Sajdah, ayat ke-16 dan 17 bermaksud: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, bahkan mereka menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami berikan kepada mereka."

"Orang-orang yang bertaqwa itu sedikit sekali tidurnya di waktu malam. Di waktu menjelang fajar pagi, mereka itu berdoa memohonkan pengampunan dan dari sebahagian hartanya dijadikan hak yang diberikan pada yang meminta dan yang kekurangan." [Surah Az-Dzaariyaat: 17-19]

Rasulullah s.a.w bersabda, "Hendaklah kamu semua menetapi solat malam, sebab yang demikian itu adalah perilaku orang-orang yang soleh sebelum kamu." (HR Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Salam r.a bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda;"Hai sekalian manusia, ratakanlah salam, berikanlah makanan, bersolatlah di waktu malam sedang para manusia sedang tidur, maka engkau semua akan dapat memasuki syurga dengan selamat." (HR Tirmidzi).

Keteladanan Salafussoleh

Ibnul Qayyim Al-Jauzy melakukan solat malam, dilanjutkan dengan solat Subuh dan kemudian dilanjutkan dengan solat dhuha, setelah itu barulah beliau beranjak melakukan aktiviti-aktiviti yang lain. Lalu beliau berkata,"jika hal ini tidak aku lakukan maka sungguh sangat berat."

Dalam riwayat Ibnu Ishaq dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah RA ia menceritakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah s.a.w. pada perang Dzatur Riqaa'. Pada kesempatan itu tertawanlah seorang wanita musyrikin. Setelah Rasulullah s.a.w. berangkat pulang, suami wanita itu yang sebelumnya tidak ada di rumah baru saja datang. Kemudian lelaki itu bersumpah tidak akan berhenti mencari sebelum dapat mengalirkan darah para sahabat Muhammad s.a.w. Lalu lelaki itu keluar mengikuti jejak perjalanan Rasulullah s.a.w. Pada sebuah lorong di suatu lembah Rasulullah s.a.w. bersama para sahabat berhenti. Kemudian beliau bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia menjaga kita malam ini?" Jabir berkata, "Maka majulah seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Ansar lalu keduanya menjawab, 'Kami siap untuk berjaga ya Rasulullah'. Nabi Muhammad s.a.w berpesan Jagalah kami di mulut lorong ini. Jabir menceritakan waktu itu, Rasulullah bersama para sahabat berhenti di lorong suatu lembah.

"Ketika kedua orang sahabat itu ke ke mulut lorong, sahabat Ansar berkata pada sahabat Muhajirin, `Pukul berapa engkau inginkan aku berjaga, apakah permulaan malam ataukah akhir malam?' Sahabat Muhajirin menjawab;"Jagalah kami di awal malam, kemudian sahabat Muhajirin itu berbaring tidur. Sedangkan sahabat Ansar melakukan shalat. Jabir berkata, datanglah lelaki musyrikin itu dan ketika mengenali sahabat Ansar, musyrikin itu mengetahui bahwa sahabat itu sedang hirasah. Kemudian orang itu memanahnya tepat mengenai diri Ansar tersebut, lalu sahabah Ansar itu mencabutnya kemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian orang musrikin itu memanahnya lagi dan tepat mengenainya lagi, lalu sahabat itu mencabut kembali anak panah itukemudian berdiri tegak melanjutkan solatnya. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu memanah kembali sahabat Anshar tersebut dan tepat mengenai dirinya. Lalu dicabut pula anak panah itu kemudian ia rukuk dan sujud. Setelah itu ia membangunkan sahabat Muhajirin seraya berkata, 'Duduklah kerana aku telah dilukai.' Jabir berkata, "Kemudian sahabat Muhajirin itu melompat mencari orang yang melukai sahabat Ansar itu. Ketika orang musyrikin itu melihat keduanya ia sedar bahwa dirinya telah diketahui maka ia pun melarikan diri. Ketika sahabat Muhajirin mengetahui darah yang melumuri sahabat Anshar, ia berkata, 'Subhanallah kenapa engkau tidak membangunkan aku dari tadi?' Sahabat Ansar.menjawab, Aku sedang membaca surah dan aku tidak ingin memutusnya. Namun, setelah orang itu berkali-kali memanahku barulah aku ruku' dan memberitahukan dirimu. Demi Allah SWT kalau bukan karena takut mengabaikan tugas penjagaan yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. kepadaku nescaya nafasku akan berhenti sebelum aku membatalkan solat."'

Bagaimana dengan solat kita? Bagaimana mudah untuk bangun solat malam? Ayuh, kita lakukan pada malam ini dan malam-malam seterusnya sehingga ke akhir kalam kita, insyallah.

Petua dari Imam Al-Ghazali...

1. Makan malam yang sedikit sekadar alas perut supaya tidak lapar. Jika kita makan malam yang banyak ianya akan menyebabkan kita cepat mengantuk dan susah bangun dari tidur, sudah tentu kita akan terlebih tidur pula.

2. Jangan tinggalkan tidur qailulah di siang hari.

3. Mengetahui dan menginsafi benar-benar keutamaan solat malam dengan mentadabburi selalu ayat-ayat Qur’an dan hadis-hadis serta kisah-kisah salafussoleh berkenaan dengan bangun malam.

4. Meningkatkan rasa cinta kepada Allah, rasa cinta yang sebenar-benarnya. Istiqamah dalam beribadah di waktu malam itu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kekasih-kekasih-Nya. Bersihkanlah diri dan hati daripada unsur-unsur syirik baik yang nyata atau yang tersembunyi, dan peliharalah ibadah sebelumnya, sesungguhnya seseorang yang berat beban dosanya dari amalan yang dilakukan sebelum tidurnya itu pasti memberatkannya untuk bangkit berkhalwah dengan Allah yang Maha Suci di malam hari.

Wallahu'alam bis'sowab

08 September 2009

Ayuh kita cari malam Lailatul Qadar!


Dua minggu telah berlalu umat Islam berpuasa, dan semalam kita dalam suasana memperingati Nuzul Quran (turunnya al-Quran). Peringatan ini amat penting bagi kita kaum Muslimin akan suatu peristiwa besar yang terjadi pada abad keagungan Islam yang lalu. Kita memperingati Nuzul Quran kerana kita berkeyakinan bahawa al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang merupakan satu-satunya rahmat sebesar-besarnya kepada umat manusia di seluruh alam.

Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad pertama kalinya ketika baginda sedang berkhalwat (bersendirian) di Gua Hira’ pada malam Jumaat, bertepatan 17 Ramadan, iaitu tahun ke-41 daripada kelahiran baginda atau pada 6 Ogos 610 M.

Jika semalam kita telah berbicara tentang Nuzul Quran, amat wajarlah bagi kita sebagai hamba Allah s.w.t secara khusyuk dan rendah hati menghayati suasana malam diturunkannya al-Quran sebagaimana yang tersebut dalam surah al-Qadr yakni malam Lailatul Qadar, satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

Seribu bulan itu bersamaan dengan 83 tahun 4 bulan lebih maka beruntunglah orang yang mendapat taufik untuk beribadat dalam malam tersebut, seolah-olah dia telah menghabiskan masa 83 tahun 4 bulan lebih dalam keadaan beribadat. Pada hakikatnya ini adalah satu nikmat yang besar bagi mereka yang menghargainya. Satu hadiah yang tidak tolok bandingnya.

Terdapat satu hadith dalam kitab Dure-Manthur yang diriwayatkan oleh Hazrat Anas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. telah bersabda, "Lailatul Qadar hanya diberikan olah Allah swt kepada umatku sahaja." Umat-umat sebelum in tidak mendapatnya. Terdapat berbagai riwayat untuk menerangkan sebag pengurniaan ini. Dalam sesetengah hadith diriwayatkan bahawa Nabi s.a.w. telah melihat umur umat-umat terdahulu tersangat panjang sehingga mencecah ratusan tahun sedangkan umur umat-umat Baginda adalah tersangat pendek sekitar 60 hingga 70 tahun. Adalah tidak mungkin untuk mereka menyamai ibadat umat-umat terdahulu. Oleh itu Baginda yang dikasihi Allah swt telah tersangat sedih akan perihal ini. Untuk mengimbangi keadaan itulah malam tersebut telah dikurniakan oleh Allah swt.

Diketahui daripada sesetengah riwayat lain bahawa Nabi s.a.w. telah menyebut tentang seorang lelaki Bani Israil telah menghabiskan 1000 bulan dengan berjihad di jalan Allah swt. Mendengarkan itu, para sahabat telah mula cemburu. Untuk mengatasinya Allah swt telah menurunkan malam Lailatul Qadar. Dalam satu riwayat yang lain pula dinyatakan bahawa baginda s.a.w. telah menyebut mengenai 4 orang, iaitu Hazrat Ayub a.s., Hazrat Zakaria a.s., Hazrat Hizqil a.s., dan Hazrat Yusha' a.s. yang masing-masing telah beribadat selama 80 tahun dan tidak menderhakai Allah swt walau sekelip mata pun. Perkara ini telah menjadikan para sahabat kehairanan. Lalu Hazrat Jibrail a.s. pun datang memperdengarkan surah Al-Qadr ayat 1 hingga 5 yang bermaksud:

“(1) Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar, (2) Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui apa dia kebesaran Malam Lailatul-Qadar itu? (3) Malam Lailatul-Qadar lebih baik daripada seribu bulan. (4) Pada Malam itu, turun malaikat dan Jibril dengan izin Tuhan mereka, kerana membawa segala perkara (yang ditakdirkan berlakunya pada tahun yang berikut); (5) Sejahteralah Malam (yang berkat) itu hingga terbit fajar! ”

Demikian juga dalam surah ad-Dukhan ayat 3, Allah swt berfirman yang bermaksud:

“(Sesungguhnya kami telah menurunkan al-Quran pada malam yang tersebut kerana) pada malam yang berkat itu dijelaskan kepada malaikat tiap-tiap perkara yang mengandungi hikmat serta tetap berlaku (tidak berubah atau bertukar).”

Meskipun kata-kata `malam’ disebut dalam al-Quran sebanyak 92 kali, namun khusus untuk malam Qadar ini diberikan ‘penghormatan’ yang amat tinggi Ia dinamakan `malam’ yang diberi berkat kerana turunnya al-Quran pada malam itu bersama seluruh malaikat di bawah pimpinan Jibril.

Penghormatan ini berlangsung semalaman suntuk dengan tenang dan aman damai sehingga terbitnya fajar. Sengaja digambarkan oleh Allah s.w.t dengan kata `salam’ akan ketenangan malam yang semalaman itu sebagai kiasan daripada mesej dan isi yang dibawa oleh kitab suci, iaitu perdamaian.

Inilah suatu penghormatan yang begitu besar yang pernah terjadi dalam coretan seluruh sejarah kemanusiaan. Justeru Lailatul Qadar sentiasa segar dan hidup setiap tahun sepanjang perjalanan sejarah manusia untuk memperingati peristiwa turunnya wahyu Allah s.w.t.

Apakah hikmah Allah tidak menyebut mana satu hari akan berlakunya Lailatulqadar. Berdasarkan pada hadis Nabi s.a.w, Lailatul Qadar akan jatuh pada tarikh ganjil pada akhir bulan Ramadan, iaitu 21, 23, 25, 27, dan 29. Ia terjadi pada salah satu malam itu dan hanya Allah sahaja yang mengetahui waktunya yang tepat.

Ayuh sahabat-sabahat semua, kita berdoa kepada Allah swt agar dipertemukan dengan Lailatul Qadar yang mana pada malam itu, ribuan malaikat bersiap sedia menunggu untuk mengangkat ibadat hamba Allah yang beribadat dengan penuh keimanan dan ketakwaan, dari alam dunia ke langit. Malaikat Jibril bersama malaikat lain turun ke bumi untuk mendoakan setiap manusia yang beribadat, berzikir dan berdoa kepada Allah SWT pada malam itu dan Allah menyatakan kepada malaikat bahawa doa yang dipohon kepada-Nya ketika itu akan dimakbulkan. Amin.

Pada malam lailatul qadar itu juga, Allah memberikan nilai keampunan yang terlalu tinggi untuk hamba-Nya yang beribadat seperti sabda Rasulullah s.a.w:

“Barang siapa menunaikan ibadat pada malam al-Qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan, Allah akan mengampunkan segala dosa yang sudah dilakukannya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Beberapa ulama muktabar antaranya Imam Nawawi dan Ibnu Hazm berpendapat bahawa malam lailatul qadar bergilir dari setahun ke setahun, misalnya jika tahun ini berlaku pada malam 21 Ramadan, tahun hadapan akan berlaku pada malam 23 Ramadan.

Jumhur ulama menyatakan Lailatul Qadar berlaku pada malam 27 Ramadan berdasarkan hadis daripada Ubai ibn Kaab:

“Bahawa Rasulullah SAW memerintahkan kami menunaikan ibadat pada malam itu dan awal pagi 27 Ramadan, tandanya ialah matahari pada awal pagi dalam keadaan tenang, putih dan tidak pucat cuacanya,” (riwayat Tirmizi).

Sahabat Rasulullah SAW, Ibnu Abas pula berijtihad bahawa malam Lailatul Qadar adalah malam ke-27 Ramadan berdasarkan penelitiannya terhadap rahsia surah al-Qadr. Beliau mendapati ada 30 perkataan dalam surah berkenaan dan perkataan ‘Salamun Hiya’ (Sejahteralah malam itu) terletak pada perkataan ke-27.

“Bagaimanapun, apa yang Nabi Muhammad s.a.w. tuntut bukanlah untuk mencari bilakah malam itu akan berlaku tetapi Baginda menyuruh supaya kita beribadat sebanyak mungkin pada 10 hari terakhir Ramadan.

“Itu yang patut diperbetulkan dalam persepsi masyarakat dan diamalkan, malah sunnah Rasulullah, baginda sendiri menghidupkan 10 malam terakhir Ramadan."

“Jika kita kita beribadat terus-terusan pada 10 malam terakhir Ramadan, maka kita pasti akan beribadat pada malam Lailatul Qadar malah kita tidak akan rugi apa-apapun jika beribadat pada malam selain malam itu.”

Justeru, seperti juga saranan Ibnu Qayyim, umat Islam seharusnya memperbanyakkan ibadat pada malam itu dengan membaca al-Quran, berzikir, beristighfar dan bertaubat, bertahajud, memohon doa, bersedekah jariah, bermuhasabah, bertafakur dan menangisi segala dosa silam.

Dalam satu hadith, Aisyah r.a. berkata: "Wahai Rasulullah, apa pendapat kamu jika aku tahu Lailatul Qadar itu, apakah akan aku bacakan dalamnya?

Jawab Baginda: "Bacalah "Allahumma innaka afuwun tuhibbul afwa fa' fuanni (maksudnya, Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun, yang suka Maha Mengampun, maka ampunilah aku ini)." (Hadis riwayat al-Khamsah).

Ulama tasauf yang juga ulama fikah terkenal, Sufian as-Sauri berkata: "Berdoa pada Lailatul Qadar itu lebih disukai daripada mengerjakan solat. Malah apabila seseorang membaca al-Quran, berdoa dan meningkatkan doa kepada Allah, mudah-mudahan dia memperoleh waktu yang mustajab."

Secara jelas dapat diperhatikan bahawa Rasulullah s.a.w. amat menyukai dan menyuruh umatnya berdoa pada Lailatul Qadar dengan meminta keampunan kepada Allah.

Lailatul Qadar adalah satu saat yang makbul dan sesiapa yang berdoa dan bertepatan doanya dengan Lailatul Qadar, maka pastilah doa dikabulkan Allah.

Allah swt selalu membuka pintu untuk hamba-Nya mengadu, memohon dan berdoa kepada-Nya. Ini jelas daripada firman-Nya bermaksud: "Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku, maka (jawablah), bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepadaku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Surah al-Baqarah, ayat 186).

Akhir sekali, amalan mulia pada 10 malam terakhir Ramadan wajar diteruskan pada bulan lain, kerana ia boleh membentuk peribadi dan akhlak Muslim sejati. Ibadat tidak sepatutnya pada Ramadan saja kerana hubungan Allah dan umat Islam perlu sentiasa diperkukuhkan.

Sikap syukur kepada rahmat Allah akan mendekatkan manusia dengan pencipta-Nya. Perbanyakkan amalan pada 10 malam terakhir Ramadan, akan membentuk peribadi Muslim yang takwa dan sujud kepada Allah.

SUMBER : Al-Hikmah @ FAcebook

06 September 2009

Untuk Wanita Cantik


Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya
"Mengapa ibu menangis?"

"Karena aku seorang wanita",
kata si ibu kepada anaknya..

"Aku tidak mengerti", kata anak itu.

Ibunya hanya memeluknya dan berkata,
"Dan kau tak akan pernah mengerti"

Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya,
"Mengapa ibu suka menangis tanpa alasan?"

"Semua wanita menangis tanpa alasan",
hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.

Anak laki-laki kecil itu pun membesar menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa wanita menangis.

Akhirnya ia berhubung dengan Tuhan, dan ia bertanya,
"Tuhan, mengapa wanita begitu mudah menangis?"

Tuhan berkata:


"Ketika Aku menciptakan seorang wanita,
ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa.
Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "
"Aku memberikannya kekuatan dari dalam
untuk mampu melahirkan anak dan
menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "
"Aku memberinya kekerasan
untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan
dan kelelahan tanpa mengeluh "
"Aku memberinya kepekaan
untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan,
bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "
"Aku memberinya kekuatan
untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya
dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya
untuk melindungi hatinya "
"Aku memberinya kebijaksanaan
untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik
takkan pernah menyakiti isterinya,
tetapi kadang menguji kekuatannya
dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu "
"Dan akhirnya,
Aku memberinya air mata untuk diteteskan.
Ini adalah khusus miliknya
untuk digunakan pada waktu bila pun ia diperlukan."




"Kau tahu:

Kecantikan seorang wanita
bukanlah dari pakaian yang dikenakannya,
susuk badan yang ditampilkan,
atau bilaman ia menyisirkan rambutnya."
"Kecantikan seorang wanita
harus dilihat dari matanya,
karena itulah pintu hatinya -
tempat dimana cinta itu ada."

Memelihara dan Menyempurnakan Iman

Sahabat-sahabat semua, ramadhan cuma tinggal 13 hari sahaja lagi. Ayuh kita muhasabah diri sejauh mana banhtera ramadhan yang telah kita lalui. 16 hari yang lalu apakah KPI Iman kita. Ahah! hari ini KPI cukup rancak diperkatakan sampai diperingkat kerajaan pun KPI diperbincangkan tapi perkata pokoknya adakah kita membicarakan KPI Iman kita setiap hari?

Iman tidak akan mencapai kesempurnaan, jika hanya melaksanakan perintah Allah swt yang sesuai dengan hawa nafsu kita, seperti Iman Bani Israel. Hanya beberapa hari saja ditinggalkan oelh Nabi Musa as mereka kembali murtad dengan menyembah patung emas buatan Samiri. Bagaimana dengan kita umat akhir zaman yang telah ribuan tahun (1400+ tahun) ditinggalkan oleh Rasulullah saw?

Sebenarnya Iman tidak boleh meningkat hanya dengan solat, zikir, puasa atau sedekah. Solat adalah tanda atau ciri orang yang beriman. Ibadah hanya boleh menjaga keimanan, ibarat batas kebun yang hanya ditandai dengan pancang-pancang kayu untuk mengukuhkan batas-batas tersebut. Iman hanya boleh meningkat dengan usaha dakwah, iman dan amal hanya akan betul dengan usaha dakwah. Orang yang beriman akan membangunkan kehidupannya dengan amal, yakin pada amal bukan pada harta dan makhluk atau asbab.

Iman akan tetap ada bahkan meningkat apabila kita melakukan usaha atas iman. Jika usaha atas iman ditingkatkan, maka iman akan meningkat dan bertambah kuat. Sebaliknya jika usaha iman lemah, maka iman pun akan jadi lemah. Rasulullah saw berwasiat, "Perbaharuilah imanmu!", walhal keimanan para sahabat telah sempurna. Mereka ditarbiah secara terus oleh Rasulullah saw dan mereka para sahabat adalah murid-murid yang terbaik.

Saat ini manusia lupa memperbaiki keyakinannya, setiap saat tidak merasa dilihat, diawasi, dipelihara dan diberi rezeki oleh Allah swt, sehingga fikiran, pertuturan, pendengaran dan penglihatan digunakan tidak sesuai dengan perintah Allah swt.

Ornag yang beriman adalah orang yang mengenal Allah swt, selalu ada hubungan dengan Allah dalam apa jua suasana dan keadaan pun. Ibarat sebatang pokok yang masih berhubungan dengan tanah yakni bumi. Setiap keadaan yang terjadi membawa manfaat kepada pokok itu, hujan akan menyegarkan batangnya dan matahari yang menyinari daunnya akan membuat makanan kepadanya. Sebaliknya, pokok yang tidak mempunyai hubungan dengan bumi, walaupun besar, maka segala keadaan dan suasana yang datang menimpanya membawa mudarat baginya. Jika terkena matahari, daunnya akan kering, jika tersiram air hujan daunnya akan busuk dan batangnya akan lapuk.

Begitulah kepada orang-orang yang masih ada hubungan dengan Allah swt, setiap suasana dan keadaan yang menimpanya akan mendatangkan manfaat bagi dirinya.

Rasulullah saw bersabda, mahfumnya: "Sungguh serba menakjubkan keadaan orang beriman, perkara apapun yang dihadapinya dapat menjadi kebaikan baginya dalam segala keadaan. Dan yang demikian itu tidaklah diberikan kepada sseeorang pun kecuali orang yang beriman. Apabila ia mendapat kesenangan, dia bersyukur kepada Allah, maka dengan bersyukurnya itu ia memperoleh kebaikan. Dan apabila ia mendapat kesusahan, dia bersabar, maka dengan kesabarannya itu juga ia memperoleh kabaikan." (HR Muslim)

Bagi orang yang beriman, jika mendapat musibah dia akan memperkatakan tentang keimanan dan keyakinan. Kerana dengan datangnya musibah itu Allah swt menginginkan agar kita mengingatkan Nya. Jika mendapat masalah, kita sibuk membicarakan hal-hal yang melalaikan dari mengingati Allah swt., maka masalah tidak akan selesai. Sesiapa saja yang mengenal Allah swt, dan berusaha memperbaiki hubungan dengan Allah swt, maka dia akan memiliki segala-galanya. Jika tidak ada hubungan dengan Allah swt, bererti dia telah kehilangan segala-galanya, walaupun memiliki harta kekayaan yang banyak dan keperluan hidup yang serba lengkap.

Setiap makhluk bila ada hubungan dengan Allah swt, maka dia mendapat ruh. Apabila sibuk mengingati Allah swt, maka Allah swt akan memberikan kaifiat pada diri manusia. Bagaimana setiap gerak-gerinya ada ta'aluq (hubungan) kepada Allah swt. Jika tidak ada ta'aluq kepadaNya, maka amalnya tidak akan diterima.

Ayuh, kita tingkatkan iman kita dengan perbaiki hubungan kita dengan Allah swt supaya kita dapat menarik khazanah Allah dan nusrah Allah kepada kita. Ibaratnya jika seroang Raja berkata kepada seluruh rakyatnya, "Hari ini aku berikan satu hari untuk kamu ambil apa yang kamu suka dari istana aku. Pegang sahaja apa yang kamu suka, nescaya barang itu akan menjadi milik mu". Maka berebutlah seluruh rakyat di negeri tersebut menyentuh barangan yang mereka suka seperi, pasu emas, peti emas, lampu bertatah berlian, kereta mewah, pagar emas dan sebagainya.

Tetapi Raja merasa hairan kenapa ada seorang hamba ini tidak mahu menyentuh apa-apa barangan di istana itu. Raja pun bertanya kepada hamba tersebut, "Mengapa engkau tidak memegang apa-apa?" seraya itu si hamba tadi bertanya kepada Raja, "Benarkah perkataan tuanku, bahawa apa saja yang saya pegang akan menjadi milik saya?". Maka jawab Raja, "Benar apa yang beta ucapkan dan perintahku tidak akan pernah berubah!".

"Kalau begitu saya akan memegang tuanku, maka seluruh kerajaan ini akan menjadi milik saya!" jawap hamba tersebut.

Inilah perbandingan orang yang beriman dan tidak beriman di dunia ini. Orang yang tidak beriman selalu berfikir bagaimana manfaat daripada makhluk ciptaan Allah swt. Manfaat dari udara, air, tanah, haiwan, tumbuh-tumbuhan dan manfaat dari manusia. Namun orang yang beriman sentiasa berfikir, bagaimana mengambil manfaat dari qudrat Allah swt yang mencipta segala sesuatu.

SUMBER : Al-Hikmah @ Facebook

04 September 2009

Menjadi Jutawan Di Bulan Ramadhan Al Mubarrak

Ayuh..inilah peluang anda yang mana tahun hadapan kita tidak mengetahuinya lagi...

MENJADI JUTAWAN DI BULAN RAMADHAN AL MUBARRAK

Solat fardhu sendirian diganjarkan oleh Allah swt 1 pahala.
Solat fardhu berjemaah diganjarkan Allah swt 27 pahala.
Solat fardhu berjemaah seseorang yang berkahwin 10 kali ganda iaitu diganjarkan oleh Allah swt 270 pahala.
Solat fardhu berjemaah seseorang yang berkahwin didalam ramadhan diganjarkan oleh Allah swt 70 kali ganda iaitu 18900 pahala.
Solat fardhu seseorang itu tadi 5 kali sehari semalam iaitu diganjarkan oleh Allah swt 94500 pahala.

Mari kita tukarkan dalam bentuk RM.

Solat fardhu sendirian diganjarkan oleh Allah swt RM 1.00
Solat fardhu berjemaah diganjarkan Allah swt RM 27.00
Solat fardhu berjemaah seseorang yg berkahwin 10 kali ganda iaitu diganjarkan oleh Allah swt RM 270.00
Solat fardhu berjemaah seseorang yg berkahwin didalam ramadhan diganjarkan oleh Allah swt 70 kali ganda iaitu RM 18,900.00
Solat fardhu seseorang itu tadi 5 kali sehari semalam iaitu diganjarkan oleh Allah swt RM 94,500.00 satu hari!!!

Pahala solat dalam 30 hari dalam bulan ramadhan RM 2,835,000.00 (Allahu Akhbar!)

Wow! MasyaAllah kita sudah jadi jutawan hanya dalam bulan ramadhan 30 hari Sahaja!!!!

Nabi saw memberitahu sekiranya kita membaca al-quran sebagai contoh Alif Laaaaaam miim, maka Allah akan memberikan pahala atas setiapnya.

Sahabat pun bertanya satu perkataan satu pahalakah?

Nabi saw memberitahu lagi bukan begitu, Allah swt memberikan pahala Alif 1 pahala Lam 1 pahala dan mim 1 pahala. (hadis)

Wow!!! Bila kita baca Al-Quran dalam ramadhan ini dan ditukarkan dalam RM. Berapakah jumlahnya? ???? (Allah sahaja yang mengetahuiNya)

Bagaimana dengan zikir, sadaqah, solat sunat, zakat, puasa, malam lailatul qadar dan lain-lain lagi?

Sesungguhnya Allah swt itu teramat Maha Pemurah dan Maha Kaya. Tidak ada. Mana-mana perniagaan, pekerjaan, multi level marketing, jutawan internet dan lain-lain dalam dunia yang mampu menawarkan bonus sebanyak ini!!!

Bagaimana dengan anda? Masih nak jadi papa kedana atau jadi jutawan!!!!! Ayuh Ajak keluarga, rakan dan yang lainnya menyertai kami menjadi jutawan jangan Lepaskan peluang ini sebelum terlambat dan tarikh tutup semakin hampir. (16 hari ajer lagi dari hari ini 13 ramadhan)

Tetapi sedihnya masih ramai di antara kita yang mahu miskin di dunia dan miskin di akhirat! Mengapa?

Alah swt juga mengajar kita bahawa sesungguhnya kita manusia ini senantiasa (diulangi senantiasa) berada dalam kerugian melainkan mereka yang berpesan-pesan dengan kebenaran dan juga di dalam kesabaran.

Tak guna jika kita ada degree ke, engineer ke, magistrate ke, lawyer ke, jadi akauntan ke, master in business admin (MBA) ke, kalau tak tau nak kira untung rugi berniaga dengan Allah swt.

Jadi mari kita lihat siapa yang untung, siapa yang rugi!!!!!!

**Sesungguhnya RM1.00 tak mungkin sama nilai dengan 1 pahala Allah swt.. Hanya Allah swt sahaja yang tahu berapa besar nilainya satu pahala itu.. Renungkanlah.

Selamat berpuasa, Selamat beramal, Semoga ramadhan ini memberi satu makna kepada kita. Rebutlah peluang yang hadir setahun sekali ini sahaja.

Mungkinkah ini ramadhan terakhir buat kita, tak siapa yang tahu........

Waallahua'lam bis'showab

SUMBER : Al-Hikmah @ Facebook

02 September 2009

Fatimah az-Zahra Menuntut Keadilan

FATIMAH az-Zahra adalah puteri bongsu nabi Muhammad, hasil perkahwinannya dengan Khatijah. Fatimah dilahirkan pada tahun ke-5 setelah nabi Muhammad diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Israk dan Mikraj.
Beliau dilahirkan pada hari Jumaat 20 Jamadilakhir tahun 605 Masihi semasa masyarakat Quraisy sedang memperbaiki dan membangun kembali Kaabah disebabkan banyak kerosakan pada bangunan tersebut.
Siti Fatimah mendapat gelaran as-Siddiqah (wanita terpercaya); at-Tahirah (wanita suci), al-Mubarakah (yang diberkati Allah) dan yang paling sering disebutkan adalah Fatimah Az-Zahra (yang cemerlang).
Beliau juga digelar Al-Batul, iaitu yang menumpukan perhatian kepada ibadah dan menjauhi keduniaan. Fatimah selalu bersujud ketika setiap kali berasa lapar dan berzikir setiap kali berasa susah.
Fatimah mencintai ayahandanya melebihi cintanya kepada siapa pun. Apabila ibunya meninggal dunia ketika berusia enam tahun, Fatimah sentiasa berusaha untuk menggantikan peranan ibunya.
Fatimah sentiasa mengajak nabi berbual-bual dengan kata-kata yang menggembirakan dan menyenangkan hati nabi.
Justeru nabi memanggilnya dengan panggilan manja Ummu Abiha, iaitu ibu bagi ayahnya kerana kasih sayang yang dicurahkan oleh Fatimah kepada ayahnya.
Fatimah mempunyai tiga orang kakak iaitu Zainab, Rugayah dan Ummi Kalsum. Fatimah adalah anak yang paling dicintai dan dikasihi nabi sehingga beliau berkata, "Fatimah adalah darah daging saya, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan saya dan apa yang mengganggunya juga mengganggu saya".
Fatimah menyerupai ayahnya dari sisi rupa dan akhlaknya. Ummu Salamah menyatakan bahawa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah.
Demikian juga dengan Aishah yang pernah menyatakan bahawa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam ucapan dan fikirannya.
Zaman kanak-kanaknya diwarnai oleh pelbagai penentangan yang ditujukan kepada agama Islam yang dibawa oleh ayahnya.
Penyeksaan, celaan yang keji, gangguan mental dan fizikal dan fitnah dilakukan oleh golongan kafir Mekah terhadap umat Islam.
Allah telah mengurniakan Fatimah dengan sifat lemah-lembut, cerdas dan berani yang tidak dimiliki oleh kanak-kanak lain yang seusianya. Fatimah melihat cabaran dan dugaan yang menimpa keluarga terutama pengalaman pahit yang menimpa ayahnya.
Cabaran dan dugaan itu mampu difahami oleh Fatimah pada usia yang muda dan ini telah mendewasakan pemikiran Fatimah supaya cekal menghadapinya dengan lebih cekal dan berani.
"Uqbah bin Abi Muit menyimbah kotoran unta pada ayah kamu yang sedang bersujud di Kaabah!," kata seorang wanita kepada Fatimah yang sedang duduk di rumahnya.
"Apa! Sampai hati mereka berbuat demikian kepada ayah saya," jawab Fatimah yang bergegas keluar dari rumahnya.
Fatimah berlari sekuat hati menuju ke arah Kaabah. Jantungnya berdegup dengan pantas memikirkan apa yang telah berlaku pada ayahnya. Apabila sampai di hadapan Kaabah, Fatimah melihat pembesar-pembesar Quraisy sedang ketawa kuat sambil menunjuk jari mereka kepada ayahnya.
Beliau pantas menghampiri ayahnya yang tengah bersujud di Kaabah. Fatimah melihat perut-perut unta yang berdarah dan bernajis di atas kepala ayahnya. Beliau membersihkan kotoran itu dengan pantas.
Air mukanya kelihatan sedih bercampur geram kerana kotoran itu terpalit keseluruhan jubah ayahnya. Fatimah bangun dan menghampiri Uqbah bin Abi Muit dan pembesar Quraisy lain yang berdiri sombong bongkak tanpa perasaan takut.
Beliau menjeling tajam kepada semua wajah-wajah itu dengan air mukanya yang benar-benar marah dengan tindakan mereka terhadap ayahnya.
"Mengapa kamu melakukan perkara keji ini kepada ayah saya?" tanya Fatimah dengan nada keras dan marah.
"Suka hati kamilah. Mari kita tinggalkan tempat ini. Puas hati saya melihat jubah Muhammad penuh dengan kotoran unta," kata Uqbah lalu beredar dari situ bersama pembesar Quraisy lain meninggalkan Fatimah yang masih sedih dan marah.
Pada satu peristiwa lain pula, Fatimah sedang berjalan di sebuah lorong ketika berselisih dengan Abu Jahal yang terkenal dengan permusuhannya terhadap agama Islam.
Abu Jahal menahan Fatimah lalu menampar muka Fatimah beberapa kali. Fatimah terkejut dengan perbuatan Abu Jahal terus berlari menuju khemah pemimpin Quraisy yang sedang duduk berbincang.
"Ya Abu Sufian, ketua pemimpin Quraisy. Saya ingin mengadu tentang sikap buruk Abu Jahal yang tiba-tiba menampar muka saya tanpa sebab. Saya mahu keadilan!," kata Fatimah di hadapan Abu Sufian tanpa perasaan takut.
"Apa! Abu Jahal menampar kamu tanpa sebab. Pergi panggil Abu Jahal ke sini," arah Abu Sufian kepada pengawal di sebelahnya.
Abu Jahal pun datang dengan tergesa-gesa menuju khemah tempat pemimpin-pemimpin Quraisy sedang berbincang.
Dia tak menyangka Fatimah akan datang mengadu kepada Abu Sufian tentang perbuatannya terhadap Fatimah. Dia berharap Abu Sufian akan menyebelahinya dalam perkara itu.
Dia masuk ke dalam khemah itu dengan muka sombong memandang wajah Fatimah yang kelihatan tenang.
"Mengapa kamu menampar muka Fatimah tanpa sebab, Abu Jahal?," tanya Abu Sufian.
"Sahaja. Saya geram dengan ayahnya". Jawab Abu Jahal dengan bongkak.
"Kamu tak ada hak berbuat demikian terhadap budak kecil ini," kata Abu Sufian lalu memandang wajah Fatimah.
"Hulur muka kamu supaya Fatimah boleh menampar muka kamu," arah Abu Sufian kepada Abu Jahal yang kelihatan terkejut mendengar keputusan Abu Sufian itu.
Fatimah tidak melepaskan peluang itu untuk menampar muka Abu Jahal yang selama ini banyak menyakitkan hati ayahnya. Beliau menampar muka Abu Jahal dengan sekuat hati dan pulang dengan hati gembira ke rumahnya.
Fatimah menceritakan perkara yang berlaku itu kepada ayahnya. Nabi gembira kerana Abu Sufian telah memberikan keputusan yang adil kepada aduan anaknya.

Menangis Kerana Takut Kepada Allah SWT


Marilah kita hayati kisah ini sebagai pedoman kita untuk menjadi umat yang diredhai oleh Allah swt.

Rasulullah bersabda:"Ketika tubuh seorang hamba bergetar kerana takut kepada Allah,bergugurlah dosanya bagai dedaunan jatuh dari pohonnya."

Ada seorang lelaki jatuh hati kepada seorang itu. Apabila keluar gadis itu untuk suatu keperluannya maka pergilah lelaki itu bersamanya.Sesampai di kampung yg sunyi,ketika semua orang telah tidur,lelaki itu menyampaikan maksud hatinya. Sigadis pun menyahut "Lihatlah apakah semua orang telah tidur semuanya?"

Lelaki itu pun memeriksa kawasan itu dan melihat sejenak. Dia mengira kehendak hatinya hendak dikabulkan. Segera dia menghampiri gadis itu dan berkata "Benar semua orang telah tidur. Lalu gadis itu bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang Allah? Apakah saat ini Dia juga tidur?" Lelaki tersebut menjawab, "Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur." Gadis itu lalu berkata: "Sesungguhnya Zat yang tidak pernah tidur akan melihat kita meskipun manusia yg sedang tidur lelap tidak melihat kita.Oleh kerananya Dia lebih berhak kita takuti."

Dengan segera lelaki itu meninggalkan gadis tersebut kerana dia takut kepada Allah.Dia pulang ke rumah dan bertaubat. Setelah dia meninggal dunia ada seorang bermimpi bertemu dengannya. Lalu ditanya "Apakah yg dilakukan oleh Allah kepadamu?"Lelaki itu menjawab: "Allah telah mengampuniku kerana ketakutanku dan meninggalkan dosa itu."

Di dalam golongan Bani Israel ada seorang lelaki abid yang miskin dan mempunyai ramai anak. Dia ditimpa kecelakaan sehingga tak dapat mencari rezeki lagi, lalu dia memerintah isterinya agar mencari rezeki. Isterinya pun pergi kesebuah rumah orang kaya lalu meminta sedikit makanan untuk keluarganya.

Orang kaya itu berkata,"Baiklah, tapi serahkan dirimu untukkku walau barang sebentar. "Perempuan itu terdiam dan segera pulang. Setibanya dirummah,anak-anaknya meminta makan. Hatinya tak tertahan. Lalu dia pergi berjumpa orang kaya itu lagi. Orang kaya tersebut bertanya,"Adakah engaku telah bersetuju dengan permintaanku?" Perempuan itu pun mengangguk.

Namun ketika berada dalam bilik yang sunyi, tubuh perempuan itu menggeletar seolah-olah seluruh anggota badanya hendak terlepas. Maka orang kaya pun bertanya: "Mengapakah engkau berlaku demikian?" Perempuan itu menjawab, "Sebenarnya aku takut kepada Allah." Berkata orang kaya itu, "Engkau telah takut kepada Allah bersama kefakiranmu. Maka semestinya aku lebih takut daripada engkau."Segera dihentikan keinginannya terhadap perempuan itu. Diberinya perempuan itu apa yang diminta. Dan perempuan itu membawa pulang nikmat yang melimpah sehingga keluarganya menjadi senang. Kemudian Allah memberi wahyu kepada Nabi Musa as : Katakan kepada fulan bin fulan, Aku telah mengampuni dosanya."Lalu Nabi Musa pun datang kepada orang kaya tersebuat dan memberitahunya. Dan orang kaya pun menceritakan apa yg telah berlaku.

Allah befirman: "Maka jangan engkau takut kepada maanusia dan takutlah padaku"(Quran :Al-maidah:44} Dalam ayat lain, surah Al Imran ayat 175 ,Allah berfirman,"Janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah padaku"

Pada suatu ketika, Umar bin Khatab jatuh pengsan semasa mendengar ayat al-Quran dibaca dan pada suatu ketika yg lain beliau mengambil sepotong kayu sambil berkata "sekiranya aku menjadi kayu tidaklah menjadi seperti ini dan sekiranya ibuku tidak melahirkan aku."

Beliau menangis teresak-esak. Air matanya mengalir membasahi pipi sehingga pada mukanya ada 2 garis bekas air mata. Sehingga Rasulullah pernah mengatakan,"Api neraka tidak akan menjilat orang yang pernah menangis kerana takut kepada Allah swt "

Pada hari kiamat seorang hamba dipanggil. Oleh kerana amalan buruknya lebih banyak dia diperintahkan masuk neraka. Kemudian sehelai rambut dipipinya berkata,"Ya Tuhanku, utusanmu Muhamad telah bersabda "barangsiapa menangis kerana takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan mata itu dalam neraka."Dan sesungguhnya aku telah menangis kerana takut kepada Allah. Lalu Allah mengampun dan menyelamatkan dia dari api neraka.

Manakala dihari kiamat didatangkan api yg bergemuruh sehingga menggetar seluruh hati umat. Nabi-nabi berkata, "nafsi-nafsi"{sendiri-sendiri} manakala Nabi saw berkata "umatku umatku"."Keluarlah api itu bagaikan gunung. Umat muhammad cuba menolaknya dgn berkata demi orang yg bersolat,org-org shidiq,orang-orang yg berpuasa dan yg orang-orang yg khusuk, kembalilah engkau wahai api."Api hendak membakar umat muhammad.Jibril menghampiri nabi dgn membawa segelas air sambil berkata:"Ambillah air ini dan percikkan ia ke api itu."Nabi percikkan air itu ke api.Lalu api itu padam.

Nabi menanyakan Jibril.."Air apakah ini?"Jibril berkata,"Itulah air mata umatmu yg menangis kerana takut kpd Allah."Rasullullah sering berdoa,"Ya Allah berilah aku rezeki dua mata yg menangis kerana takut kpd Engkau sebelum air mata ini habis."Maka barangsiapa ingin selamat daripada azab Allah serta mendapatkan pahala dan rahmatnya,hendaklah dia sabar atas kesulitan dunia,taat kpd Allah serta menjauhi maksiat."

Ayuh, sahabat-sahabat semua, keluarkan airmata mu untuk Allah SWT pada malam ini. Bangun untuk bersolat Tahajjud.

“Wahai orang yang berselimut, Bangunlah sembahyang Tahajjud pada waktu malam, selain dari sedikit masa (yang tak dapat tidak untuk berehat), Iaitu separuh dari waktu malam, atau kurangkan sedikit dari separuh itu, Ataupun lebihkan (sedikit) daripadanya; dan bacalah Al-Quran dengan “tartil” (dengan bacaan yang terang jelas dan betul menurut ilmu tajwid)”(Surah al-Muzzammil: 1-4)

Dan dalam hadis Nabi, Rasulullah s.a.w. bersabda, mahfumnya, "Sesungguhnya Rasullullah s.a.w. bersabda: Kerjakanlah qiam al-lail (sembahyang malam) kerana sesungguhnya ia amalan biasa dilakukan oleh orang-orang shaleh sebelum kamu dan sesungguhnya qiam al-lail itu mendekatkan diri kepada Allah, mencegah daripada membuat dosa, menghapuskan kejahatan-kejahatan, dan dapat menghindarkan daripada penyakit tubuh badan.” (Hadith riwayat at-Tirmidzi)

Hukum Sembahyang Tahajjud

Pada asalnya hukum sembahyang Tahajjud adalah wajib berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-Muzammil ayat 1-5 yang disebutkan terdahulu.

Berdasarkan riwayat Muslim, hukum sembahyang Tahajjud itu menjadi sunat selepas difardhukan sembahyang lima waktu sebagaimana riwayat daripada Aisyah RA ketika ditanya oleh Sa‘ad bin Hisham:

“Tunjukkan kepadaku bagaimana Rasullullah s.a.w. bersembahyang?”, Aishah menjawab: “Tidakkah engkau membaca ayat: Sa‘ad menjawab: “Ya! (aku membaca ayat berkenaan)”. Lalu Aishah berkata: “Sesungguhnya Allah telah memfardhukan sembahyang malam sebagaimana yang diperintahkan di dalam ayat pertama surah al-Muzzammil”. Maka Rasullullah s.a.w dan para sahabatnya menunaikan sembahyang malam itu selama dua belas bulan sehinggalah turun ayat terakhir dari surah yang sama dan menjadikan sembahyang malam itu sebagai tathawwu’ (amalan sunat) setelah ia difardhukan.

Walaupun sembahyang malam itu sebagai tathawwu’, sembahyang ini masih menjadi keutamaan dan mempunyai fadhilat yang besar berdasarkan sabda Rasullullah s.a.w:

Maksudnya: “Seafdhal-afdhal sembahyang sesudah sembahyang fardhu ialah sembahyang malam (Tahajjud).” (Hadits Riwayat an-Nasa’i)

Ayuh, kalau kita boleh menangis kerana asbab lain atau kerana makhluk, mengapa tidak kita menangis kerena takut kepada Allah SWT.

Wassalam.

SUMBER : Al-Hikmah @ Facebook
Copyright © 2010 DREWFM Enterprise